Ada dua sumber asal-usul hoki, yaitu Persia Kuno dan Mesir Kuno. Seperti diketahui, hoki adalah suatu permainan yang dimainkan antara dua regu yang setiap pemainnya memegang sebuah tongkat bengkok yang disebut stick (stick) untuk menggerakkan sebuah bola. Relief adegan permainanan stik dengan bola ini terdapat pada tembok kuburan di Lembah Raja dekat Bani Hasan di Mesir Kuno. Memeng di berbagai tempat terpencil di Mesir masa kini, permainan kuno ini masih dimainkan, dengan stik dari pelapah palem dn bola keras. Namanya pun mirip, yaitu hoksa. Dari Mesir, hoksa menyebar ke suku Arab dan bagian lain Afrika Utara, serta mungkin melalui Kreta ke Yunani. Suku Arab menyebutnya dahwa dan dimainkan dengan bola kayu. Suku Bahuka di Afrika menyebutnya thepu dan dimainkan dengan
bola karet.Teori lain menyebut asal-usul hoki adalah permainan polo, yaitu hoki berkuda. Polo memang sudah dikenal sejak lebih dari lima ribu tahun yang lalu di Persia Kuno dan merupakan olah raga kaum bangsawan. Olewh rakyat kebanyakan permainan yang mahal ini dipermurah jadi polo tanpa kuda, dan ini mirip hoki. Polo dan polo-tanpa-kuda ini kemudian menyebar ke dua arah. Satu kea rah India, Tibet, China dan Jepang, sedangkan satu lagi melalui Turkistan lalu menyeberang ke Yunani Kuno. Di Tibel dikenal dengan nama pulu, yaitu bolanya; mungkin nama polo berasal dari sini. Polo sempat popular di kalangan bangsawan China. Bahkan pada abad delapan juga dimainkan oleh kaum putrinya! Ini terungkap dari patung keramik putri bermain putrid bermain polo dari zaman Dinasti Tang. Di Jepang, polo ini dikenal dengan nama sico dan popular sekitar abad ke empat belas.
Mungkin penyebaran bangsa Mongolia, baik melalui Siberia ataupun Jepang dan menyeberangi jembatan pulau antara ujung kepulauan Jepang, semenanjung Kamsyatka dan Alaska ikut menyebabkan tersebarnya polo tanpa kuda ke benua Amerika. Setidaknya sejenis permainan hoki dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Misalnya pada kebudayaan Aztek, polo tanpa kuda ini merupakan permainan antarsuku bol dari kayu atau kulit binatang dan stik dari tulang binatang yang ujungnya melengkung. Suku Indian Auracana di Amerika Selatan memainkan apa yang disebut cueka denga stik dari kayu yang panjangnya 125 cm dengan ujungnya seperti sendok untuk memudahkan mengenai bola. Bolanya terbuat dari kayu sebesar bola bilyar serta lapangannya berbentuk segi empat panjang merupan arena yang dihimpit oleh sejenis tribune sepanjang garis tepi (± 300 meter). Garis tepi merupakan kaki tribune yang mencegah bola out.Garis gawang hanya +30 meter. Lapangan sudah ada garis tengahnya. Belum ada, tujuan permainan adalah memukul-mukul bola sedemikian hinga melampaui garis gawang lawan. Permainan dimulai dengan sejenis buli (bully) di titik tengah. Sudah mirip sekali dengan hoki masa kini bukan? Sayang permainan ini lebih untuk melatih keberaniaan berperang hingga sangat kasar dan banyak pemain terluka. Tak heran bila pada abad ketujuh belas permainan ini dilarang oleh penguasa setempat.
Telah disebutkan di atas bahwa penyebaran permainan ini ke Eropa melalui Yunani, baik yang asal-usulnya dari Persia maupun dari Mesir. Yang jelas sejenis permainan polo tanpa kuda, jadi lebih mirip hoki yang dikenal dengan nama horn. Ada relief di Atena yang dibuat oleh Themistocles (541-460 sebelum Masehi) pada tahun 478 sebelum Masehi yang memuat adegan permainan ini. Pada relief tampak enam remaja terlibat dalam permainan, dan ada adegaan buli, tapio dengan ujung stik menghadap ke bawah bukan ke atas seperti sekarang. Dari Yunani kemudian permainan ini mernyebar ke berbagai tempat di Eropa dan akhirnya juga ke Inggris dan Irlandia. Tak jelas bagaimana permainan ini sampai di sana, apakah melalui jalan darat ataukah laut. Yang jelas sebelum tarikh Masehi di Irlandia dikenal permainan stik dan bola yang disebut hurling. Diduga ada kaitannya dengan kebudayaan Kelt dan sisanya masih ada sampai sekarang. Di Inggris permainan in dikenal dengan nama kappan. Kemudian pada abad ketujuh belas dikenal dengan nama bandy yang dimainkan di pantai datar dank eras atau … di kolam es. saat musim dingin. Hoki es kemudian menyebar ke Skandinavia dan di kenal dengan nama bandy.
‘Buli’ zaman Yunani kuno seperti tergambar pada relief tembok benteng penahan gelombang laut yang dibuat Themistocles di Athena pada tahun 478 sebelum Masehi.
Permainan hoki sekitar zaman Barok di Eropa. Mungkin Kappan (di Inggris, kemudian berkembang menjadi Bandy)
Sementara itu di Prancis, sekitar tahun 1300-1750, dikenal suatu permainan dengan tongkat bengkok yang ujungnya agak tebal yang di sebut krosse. Saat ini selain hoki lapangan dikenal pula hoki es. Dan sekitar tahun 1950 lahir pula hoki dalam ruang (indoor hoki). Yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam tulisan ini terutama hoki lapangan, baik untyuk putra, putri, maupun campuran.
Masa Modern
Sejarah rupanya menghendaki England mendapat kehormatan sebagai tempat lahirnya hoki modern. Pada tahun 1800 sebuah almanak mencatat adanya permainan ini dan namanya pun sudah hockey. Mungkin berasal dari kata hook (bagian bengkok stick). Tapi orang Perancis bersikeras bahwa hoki modern lahir di Perancis dan nama hoki berasal dari hoquet (tongkat gembala). Pada tahun 1883 hoki diperkenalkan di klub elit Wimbledon. Perlu diketahui bahwa England bersama Wales dan Skotlandia merupakan, Negara anggota, dari Great Britain. Sampai tahun 1992 United Kingdom mencangkup Great Britian dan Irlandia dan sejak 1922 United Kingdom mencangkup Great Britain dan Irlandia utara.
Tahun 1850 lahir Klub hoki pertama dengan nama Black Heat Hockey Club. Hoki kemudian menyebar ke Wales, Skotlandia, dan Irlandia. Sekitar tahun 1885 putri di England mulai memainkannya (mahasiswi Cambridge dan Oxford). Karena peraturan yang ada (untuk putra!) belum seragam dan masih kasar, kaum putri membuat peraturan permainan sendiri yang lebih halus. Tahun 1886 terbentuk induk organisasi hoki pertama, yaitu di England, English Hockey Association. Pada tahun 1893 terbentuk Irish Hockey Association, tahun 1897 dibentuk juga di Wales, kemudian di Skolandia.
Setiap induk organisasi memiliki peraturan permainan sendiri, belum seragam dan khusus untuk putra. Oleh sebab itu kaum putrid membentuk induk organisasi sendiri khusus untuk putri. Induk organisasi-organisasi putri bersama-sama membentuk badan khusus pembuat peraturan permainan untuk putri yaitu Women Hockey Board (WHB). WHB berhasil membuat peraturan permainan yang beragam untuk putri dan berlaku untuk seluruh Great Britain! Tak mengherankan bila di Inggris hoki putrid segera jadi populer, lebih populer dari hoki putra dan keadaannya masih demikian sampai sekarang!.
Pada tahun 1895, walaupun peraturan permainan belum seragam, putra berhasil mengadakan pertandingan ‘antarnegara’ yang pertyama England lawan Irlandia dengan kesudahan 5-0 untuk England. Bertolak dari pengalaman tersebut, semua induk organisasi hoki putra England, Wales dan Irlandia dipenghujung abad ke sembilan belas membentuk badan khusus pembuat peraturan permainan untuk putra yang bersifat monopoli karena mereka menyebut badan tersebut sebagai Internasional Hockey Board (IHB)! Pada tahun 1902 Skolandia bergabung dalam IHB, jadi kini IHB lengkap mencakup United Kingdom.
Sementara itu sejak sekitar tahun 1890 hoki menyebar ke daratan Eropa. Tiap Negara menyusun peraturan permainan nasionalnya sendiri, walaupuin intinya diambnil dari peraturan permainan IHB tersebut. Di United Kingdom sejak semula sudah ada dua induk organisasi hoki, satu khusus putra dan yang satu khusus putri, yang berbeda satu dengan yang lain, oleh karena itu di daratan Eropa di tiap negara sejak semula hanya ada satu induk organisasi yang mencakup putra dan putri maupun campuran, dengan AD/ART yang sama dan lapangan permainan yang sama, serta pada awalnya memiliki peraturan permainan yang sama juga.
Hoki dan kesulitannya untuk masuk olimpiade
Di Inggris hokilebih populer di kalangan putri, di Eropa daratan semula lebih poluler di kalangan putra. Peraturan permainan belum seragam, di Inggris berbeda dengan di Eropa da ndi Eropa berbeda dengan antarnegara satu dengan yang lainnya.. Belum ada induk organisasi internasional antarnegara. Masalah itu jelas menyulitkan untuk dapat diterimanya hoki masuk acara olimpiade.
Tapi untung olimpiade 1908 kebetulan diadakan di London! Inggris berhasil memaksakan masuknya hoki putra dalam acara olimpiade, dengan IHB menjadi panitia penyelenggara. Pesertanya hanya empat, yaitu England, Irlandia, Scotlandia dan Wales. Hasil kejuaraannya sesuai dengan urutan tersebut. Tentu saja bahwa peserta olimpiade buikan negara, tetapi Negara anggota United Kingdom, yang kebetulan menjadi anggota IHB dan IHB kebetulan jadi panitia penyelenggara!
Tentu saja ini suatu kejanggalan dan karena masalah ini tidak segera dibereskan, dalam Olimpiade Stockholm 1912 di Swedia hoki tidak masuk acara. Baru dalam Olimpiade 1920, yang pertama setelah perang dunia pertama, di Antwerpen, Belgia, dengan susah payah hoki dapat diterima jadi acara.
Induk Organisasi tuan rumah dengan bantuan IHB menjadi panitia penyelengara dengan suatu kompromi! Yaitu suatu peserta diperkenankan bukan Negara, yaitu England sebagai juara bertahan. Pesertanya empat, England, Denmark, Belgia, Perancis, dengan urutan seperti itu. Dalam final England mengalahkan Denmark dan dengan demikian berhasil menjadi juara Olimpiade dua kali.
Sementara itu Negara Eropa menilai IHB lebih milik United Kingdom (England, Wales, Scotlandia dan Irlandia Utara), artinya anggotanya bukan Negara. Oleh sebab itu tidak aneh bila pada tahun 1923. Di Eropa daratan didirikan Internasional Hockey Federation (IHF) sebagai induk organisasi internasional. Yang bisa menjadi anggota adalah induk organisasi nasional. IHF mencakup baik putra maupun putri, dengan satu AD/ART dan satu lapangan permainan serta semula peraturan permainan yang sama pula kecuali perbedaan kecil di sana sini. Hal ini memungkinkan dimainkannya hoki di kalangan muda mudi Eropa daratan.
Di antara tahun 1923 – 1927 terjadi perang dingin antara IHF dengan IHB memperebutkan wewenang dalam pengaturan (officiating) pertandingan internasional yang menyangkut antara lain peraturan permainan, peraturan pertandingan, perwasitan dan sebagainya. Akibatnya dalam olimpiade Paris 1924, IOC ( Komite Olimpiade Internasional), menolak permintaan IHF maupun IHB, dan hoki tidak masuk acara olimpiade. Dalam tahun 1927 kericuhan bertambah karena hoki putrid Inggris bukan hanya tidak mau bergabung dalam suatu induk organisasi dengan putra senegaranya, bahkan ia mendirikan Internasional Federation of Women’s Hockey Association (IFWHA), suatu induk organisasi internasional khusus untuk putri. Anggotanya, seperti dapat diduga, semula adalah England, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara, jadi bukan Negara. Padahal saat itu sudah ada IHF yang bersifat antar Negara dan mencakup putra, putri, campuran!. Inilah antara lain sebabnya menjelang olimpiade Amsterdam 1928, IOC memutuskan mempercayakan penyelenggaraan turnoi hoki olimpide untuk selanjutnya kepada IHF, tapi hanya untuk hoki putra, sedang untuk hoki putri tidak, karena keadaannya masih semerawut.
Akibatnya England dengan IHB-nya ngambek dan sebagai juara bertahan bersama dengan anggota IHB lainnya memboikot turnoi hoki olimpiade 1928, dan Great Britain (Inggris sebagai salah satu Negara anggota IOC) tidak ikut serta. Marahnya Inggris menyebabkannya tidak ikut sampai olimpiade1936 di Berlin, yang terakhir sebelum perang dunia kedua. Tapi taktik England dan IHB ternyata mubazir. Para penggemar hoki dunia sama sekali tidak menangisi kepergian sang juara lama, tapi malah mengelu-elukan sang juara baru India!
Ya, di olimpiade 1928 inilah India muncul untuk pertama kali dan langsung menjadi juara dengan memenangkan semua pertandaingan tanpa kemasukan satu gol pun!. Bukan hanya itu, juara olimpiade seakan jadi abadi untuk India sampai direbut saudaranya Pakistan di olimpiade Roma 1960. Dalam olimpide 1928 itu, Belanda sebagai tuan rumah berhail merebut tempat kedua dan Jerman tempat ketiga dari sejumlah 9 negara peserta.
Sejak hoki putra dimainkan dalam olimpiade 1928 itu, hoki berkembang lebih pesat keberbagai Negara dan benua terutama hoki putra. Amerika Serikat (USA) merupakan Negara dari benua yang pertama jadi anggota, yaitu menjelang olimpiade Los Angles 1932, lalu menyusul Jepang, pada tahun 1940 anggota IHF baru empat belas, tapi tahun 2000 telah mencapai lebih dari seratus Negara.
Hoki putra, selain dalam turnoi olimpiade, muncul pula dalam Asian Games sejak 1958 (Pakistan juara) dalam PAM American Games sejak 1967 (Argentina Juara). Dalam piala Eropa sejak 1970 (Jerman Barat juara). Selain itu di daerah Australasia (Oceania, Australia, Selandia Baru) ada piala Manning dan di Afrika ada PAN African Cup. Sejak 1971 diadakan pula piala dunia (Pakistan juara)
Mengikuti piala dunia putra, suatu piala dunia putri di uji coba pada tahun 1972 (Belanda juara) dan diresmikan sejak 1974 (Belanda lagi juaranya) dan dimainkan dua tahun sekali. Semua turnoi tesebut di atas diadakan di bawah naungan IHF.
Selain itu untuk putrid ada pula kejuaraan dunia putri yang diselenggarakan di bawah naugan IFFWHA yang diuji coba pada tahun 1971 (Belanda juara), tapi baru diresmikan tahun 1975 (England juara) dn dimainkan setiap empat tahun sekali.
Sementara itu, olimpiade pertama setelah perang dunia kedua diputuskan diadakan lagi di London. IOC hal ini tegas, turnoi hoki diadakan di bawah naungan IHF dan antarnegara dan Inggris (Great Britain) belum jadi anggota IHF!
Terjadilah kompromi pertama antara IHF dan IHB. IHB mengakui IHF sebagai induk organisasi internasional; Great Britain menjadi anggota IHF; tapi khusus untuk komisi pembuat atau peubah peraturan permainan IHF menjadi anggota IHB bersama England, Wales, Skolandia, Irlandia Utara! Suatu kompromi yang janggal dan karenanya perang dingin antara IHF dan IHB berjalan terus. Perang dingin jadi lebih panas ketika IFWHA sejak 1958, melalui komisi pembuat peraturan permainan putrinya (International Women Hockey Board-IWHB) memaksa IHB (yang jelas miring ke Inggris itu) agar peraturan permainan hoki putri IWHB yaitu code of rules dinyatakan berlaku pula untuk kegiatan hoki bagi putrid anggota IHF. Tentu saja ini dimungkinkan karena pembuat/peubah peraturan permainan IHF adalah IHB! Semula memang hanya sebagian dari code of rules yang diterima IHF, tapi akhirnya setelah diperbaiki lagi oleh IWHB, pada tahun 1959 IHF menerimanya.
Adanya dua induk organisasi yang bersifat internasional yang mengatrur hoki putri ini (IHF dan IFWHA) menyebabkan hoki putri belum dapat diterima masuk acara olimpiade. Oleh sebab itu sejumlah Negara Eropa berusaha melakukan pendekatan dengan IHF dan IFWHA. Pada tahun 1958 berhasil dibentuk suatu komisi penjajagan bersama. Tapi programnya berlarut-larut dan enam belas kemudian, 1974 baru sampai pada tahap dibentuknya suatu Komisi Tingkat Tinggi (Supreme Council) untuk mendamaikan bebrapa masalah yang terjadi. Jelas peleburan IHF dan IFWHA menjadi satu maasih belum terlaksana. Demikianlah jadinya ada dua kejuaraan dunia putri, satu milik IHF dan yang satunya milik IFWHA.
Sementara itu hoki olimpiade masih tetap hanya untuk putra. Bila pada masa permulaan dikuasa oleh England, sejak tahun 1928 hoki memasuki era juara abadi India. Sejak tahun 1960 Pakistan dan India bergantian menjadi juara hingga tahun 1972 di Munich, hoki putra memasuki era baru, yaitu dari juara abadi ke era bergantian. Tahun 1972 Jerman Barat juara; tahun 1976 di Montreal muncul Selandia Baru, dan tahun 1980 di Moskow India kembali menjadi juara. Di Montreal pada tahun 1976 pertama kali turnoi hoki olimpiade dimainkan di atas lapangan rumput buatan Austroturf. Sementara itu di Bercelona pada tahun 1971 dimulai seri piala dunia putra dan Pakistan muncul sebagai juara. Kemudian pada tahun 1979 di Versailles dekat Paris diadakan piala Dunia Yunior putra untuk pertama kali dengan dua belas Negara yang memasuki putaran final setelah melalui kejuaraan benua. Hasil pertandingannya : Pakistan, Jerman Barat, Belanda, dan Malaysia! Peserta asia lainnya : India dan Singapura.
Sementara itu usaha perdamaian mulai menampakkan hasilnya. Pada tahun 1972, IHB yang telah berubah menjadi IHRB (International Hockey Rules Board) diserap ke dalam IHF sebagai komisi peraturan permainan dari IHF (disebut The board). Dalam upaya memsukkan hoki putrid pada olimpiade Moskow 1980, menjelang 1980 IHRB yang telah menjadi The Board IHF tersebut dilengkapi dengan IWHB (yang sementara itu telah menjadi IWHRB) yang bersedia melebur ke dalam IHF. Jadi kini The Board IHF itu merupakan gabungan IHRB dan IWHRB yang bertugas menentukan peraturan permainan hoki baik untukl putra maupun putri. Perkembangan terakhir menujukan bahwa peraaturan permainan putra dan putri akhirnya sama, termasuk lapangan permainannya, kecuali waktu permainan. Jadi sejarah seakan kembali ke masa permulaan IHF. Dengan demikian terbukalah jalan ke olimpiade dan kemungkinan turnoi campuran international. Hoki putri memang berhasil mendampingi hoki putra di olimpiade Moskow, tapi olimpiade ini sempat diboikot banyak Negara barat akibat keterlibatan Rusia di Afganistan.
Dengan demikian kini tinggal IFWHA yang belum bersedia melebur ke dalam IHF, walaupun nampaknya ini hanya soal waktu saja. Kejuaraan Dunia Putri 1983 di Negara tetangga terdekat kita Malaysia (Kualalumpur) Belanda jadi juaranya, mungkin kejuaraan itu suatu kejuaraan dunia versi IFWHA. Konggres yang diadakan saat kejuaraan tersebut berlangsung akhirnya memutuskan (April 1983) IFWHA melebur ke dalam IHF.
Perkembangan Hoki di Indonesia
Masa sebelum tahun 1950
Hoki lapangan, disingkat Hoki, sudah dimainkan di Indonesia sebelum perang dunia kedua. Dibawa oleh bangsa Belanda, mungkin sekitar tahun 1920 – 1925. Parahiangan Mixed hockey club (PMHC) di Bandung misalnya lahir desember 1921. Semula para kolonis yang gemar hoki mendirikan klub dan kemudian hoki berkembang secar khusus di kalangan bangsa Belanda dan Eropa serta segelintir bangsa sendiri yang beruntung diperkenankan ikut. Kemudian hoki di ajarkan di SMA yang banyak murid Belandanya (CAS, LYCEUM), kemudian juga di HBS yang ada murid pribuminya dan HIK yang memang untuk pribumi. Di kalangan tentara juga hoki dimainkan dan di sini pun terjadi diskriminasi. Di Luchtmacht (angkatan udara) dan Marine (angakatan laut) hoki dimainkan di kalangan perwira menengah ke atas. Di Luchtmacht memang praktis tak ada pribuminya, sedangkan di politie (polisi) yang lebih banyak pribuminya hoki tidak dimainkan, dan sampai saat ini hoki belum sempat dikenal di kepolisian kita!
Dengan dimainkanya hoki di SMU tersebut, klub mendapat bibit pemain hingga dapat hidup dan berkembang, terutama di kota-kota besar seperti di Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya. Beberapa perkebunan dan perusahaan besar seperti P & T lands di Subang, BAT di Cirebon juga memainkannya. Tapi klub bangsa sendiri praktis belum ada. Saingan utama klub Eropa adalah klub keturunan India, yang rupanya terpengaruh oleh fakta bahwa India adalah juara dunia abadi sejak 1928!
Masa pascaroba 1945-1950
merupakan masa peralihan yang kemudian jadi penting bagi perkembangan hoki di Indonesia. Pada masa itu hoki di daerah Republik praktis terhenti perkembangannya. Di daerah pendudukan Belanda, hoki mulai lagi diajakan di sekolah tersebut di atas, tapi karena murid pribumi makin lama makin banyak sedangkan murid bangsa Eropa makin sedikit, segera tercipta cukup banyak sedangkan murid bangsa Eropa makin sedikit, segera tercipta cukup banyak pemain bangsa sendiri yang kemudian menjadi modal utama untuk perkembangan hoki di Indonesia selanjutnya.
Bahwa olahraga hoki sangat dekat di hati para tokoh olahraga Indonesia masa itu tampak jelas dengan adanya rencana untuk memberangkatkabn suatu tim hoki Indonesia ke olimpiade London 19 48! Rencana kemudian abatal mengingat suasana politik di Indonesia yang sedang gawat, serta kenyataan bahwa hoki Indonesia, bukan hanya belum memliki induk organisasi nasional, tapi juga belum menjadi anggota induk organisasi internasional (IHF), yang sejak tahun 1928 merupakan syarat keikutsertaan.
Masa 1950 – 1955
Harus diakui bahwa sampai saat ini, masa 1950 – 1955 merupakan puncak kepopuleran hoki di Indonesia, dilihat dari jumlah penggemar dan jumlah lapangan hokinya. Diajarkannya hoki di sejumlah SMU tersebut di atas yang ini lebih banyak di tempati siswa Indonesia, merupakan persemaian bibit bagi perkemnbangan klub hoki. Klub bangsa Indonesia mangkin banyak; klub Eropa juga membuka pintu bagi bangsa Indonesia dengan cepat dinasionalkan karena bangsa Eropa berkurang dengan cepat (pulang ke Eropa), sedang anggota Indonesia terus bertambah. Masa-masa ini merupakan kesempatan bagi pemain pribumi untuk belajar hoki dari pemain Belanda/Eropa sebelum mereka mudik. Alat hoki di sekolah tersebut di atas umumnya merupakan sisa yang selamat selama pendudukan Jepang dan sedikit penambahan pada masa federal dan RIS pada tahun 1946 – 1950. Selain itu karena hoki sudah mulai populer dan harga alat hoki terjangkau oleh kemampuan daya beli mahasiswa dan pelajar, umumnya pemain hoki yang sudah main membeli sendiri stik, disamping disediakanya sejumlah stik oleh klub untuk anggota yang baru mulai belajar hoki.
Lapangan hoki sangat banyak, bahkan lebih banyak dari tahun 2000!. Semuanya dengan pemeliharaan yang baik, selalu hijau dan serata permadani (seperti untuk tenis lapangan rumput) dan khusus hanya untuk hoki. Di Jakarta misalnya sedikitnya ada enam lapangan, tiga di Press Club, tiga di sekitar Ikada dan satu di Boxclub jalan Borobudur. Di Bandung ada sekitar empat lapangan hoki, satu PMHC di jalan Japati, satu di samping
Gedung Sate, satu di Andir dan satu di PPDAD Cimahi. Di Medan sedikitnya enam lapangan, satu di Kebun Bunga, satu di pusat pasar, satu di lapangan Singa, satu di Rijclub dan satu di Khalsa School. Di Surabaya sedikitnya ada tiga lapangan, satu di Karangmenjangan, satu di Morokrembangan dan satu di Rangkah-Kapas Krampung (Perhopi).
Kompetisi sampai ada tiga kelas. Ada kompotisi putra, putrid dan turnoi campuran. Tiap Sabtu sore dan hari Minggu lapangan hoki selalu ramai dengan pertandingan kompetisi atau turnoi kilat. Fakta bahwa hoki dapat dimainkan secara campuran (enam putra dan lima putri per tim), menyebabkan cepat merebut hati para pelajar khususnya, pemuda-pemudi umumnya. Hoki berkembang dengan cepat di perguruan tinggi karena murid tamatan SMU, tempat hoki dimainkan, melanjutkan mempopulerkan kegemaran sebagai mahasiswa di perguruan tinggi di masing-masing, dan peralatannya pun disediakan. Di Medan, Jakarta, Bandung dan Surabayaserta Yogya segera muncul klub hoki mahasiswa, juga di Akademi Militer dan Pusdikjas.
Tak heran bila di arena nasional pertamabagi hoki adalah pecan Olahraga Mahasiswa (POM) pertama, Desember 1950 di Yogya. Kemudian meningkat ke pekan Olahraga Nasional (PON) ke-2 di Jakarta 1951 dengan urutan juara : Sumatera Utara, Jawa Timur, Jakarta Raya. Urutan ini tidak berubah dalam tiga PON berturut-turut, PON II Jakarta 1951, PON III Medan 1953, PON IV Makasar 1957!
Dengan ini hoki Indonesia memasuki era juara abadi, sebab Sumut umumnya, Medan khususnya kemudian malang melintang di puncak hoki Indonesia, sampai direbut Jawa Barat (Jabar) dalam PON VII Surabaya 1969. Sementara itu hoki putri sudah diperagakan dalam PON II Jakarta 1951, hoki campuran pertama kali dipertandingkan di PON III Medan 1953 dan hoki putri di PON IV Makasar 1957.
Salah satu perserikatan yang pertama adalah IHBS (Bandung), didirikan tahun 1953 antara lain oleh Irsan (almarhum), Ari Soemardi dan Askar Djundjunan. Peresmiannya diramaikan dengan suatu turnoi kilat dan APD (Akedemi Pendidikan Djasmani) muncul sebagai juara. Pada tahun 1954 terbentuklah induk organisasi nasional dengan nama Persatuan Hockey Seluruh Indonesia (PHSI). Pengambil inisiatif diantaranya dr. Ismail, Padmosumasto, SH. Dengan susunan pengurus besar pertama sebagai berikut : dr. Ismail, ketua; Els Rampen, sekretaris; Padmosumasto, SH, bendahara. Pada tahun itu juga sempat di bentuk suatu tim nasional yang pertama dengan tur ke Singapura untuk mengukur kekuatan hoki Indonesia susunan tim : Pimpinan, dr. Ismail; Padmosumasto, SH, Els Rampen. Yop Passelima (pelatih). Para pemain : Supartono, H. Saleh, Padmo sasono, Islkandar, Wim Pauw, Anang, Ndalip Singh (kapten), Wahab, Theo Pitersz, Atmadi, Sutarjo, Mahmud, Asikin Hannes, Undap, Surarso, Hans Rampen, Wim Item.
Tim Indonesia yang pertama kali naika kapal laut dan main cakar ayam (tanpa sepatu) membuat suatu kejutan. Indonesia – Angkatan bersenjata Singapura 3 -3 (2-2); Indonesia – Singapore selection 2-3 (2-0) dan sekali lagi 3-5 (2-1). Dalam dua uji coba kita selalu berhasil saat setengah main! Jadi yang kurang hanya fisik, suatu prestasi yang sampai tahun 2000 sulit untuk dapat di ulangi!
Masa 1955 – 1960
Masa 1955 – 1960 ditandai dengan klub serbaneka: ada klub bebas, klub perguruan, klub angkatan bersenjata. Ada klub pribumi, klub keturunan India, klub Belanda/Eropa, dan gado-gado asing-Indonesia. Lapangan hoki masih selalu ramai dengan kompetisi atau turnoi kilat.
Beberapa klub dari angkatan bersenjata yang cukup disegani antara lain Garnisun (Medan), ALRI (Jakarta), Resimen X dan Perhopa (Bandung dan sekitarnya), dan AAL Surabaya. Dari berbagai klub ini kelak muncul sejumlah tokoh hoki, baik di tingkat daerah maupuin di tingkat nasional, misalnya Pak Wirahadikusumah yang kemudian menjadi ketua umum PB-PHSI 1959 – 1967, J.J. Leihitu (almarhum) dan Hendy Hendamihardja yang kemudian menjadi ketua IHBS (Bandung). Demikian pula dengan Djum Sanadi dan Hutasuhut (Medan) serta Kaharyono (Surabaya).
Namun tanpa disadari, masa ini merupakan permulaan surutnya popularitas hoki di Indonesia. Sebab uitama ialah tidak diajarkannya lagi hoki di CAS, Lyceum, HBS dan sebagainya yang saat ini sudah dinasionalkan menjadi SMAK dan sebagainya. Juga meningkatnya harga alat hoki hingga di luar jangkauan pelajar dan mahasisiwa. Terhentinya pengajaran hoki di sekolah tersebut di atas umumnya dikarenakan guru olahraga orang Belanda pulang ke Eropa, sedangkan penggantinya umumnya belum memahami permainan ini. Hilanglah sumber pemain bagi klub untuk menyediakannya bagi penggemar baru. Sementara itu menghilangnya para donator dan perusahaan besar dari keanggotaan klub serta belum adanya struktur keolahragaan yang menampung keaadaan ini, mengakibatkan pemeliharaan lapangan, makin hari makin mundur.
Tidak diajarkannya di sekolah tersebut serta kurang cermatnya pengawasan pada masa peralihan dari CAS, SMAK dan sebagainya, serta mahalnya peralatan hoki, menyebabkan mengalirnya di sekolah itu keluar, terutama dimanfaatkan untuk memelihara kelangsungan hidup sejumlah klub. Akibatnya ketika telah didapat guru pendidikan jasmani yang juga memahami permainan hoki, hoki tetap tidak bisa dimainkan karena perlatan habis! Dan tidak pernah lagi diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sampai saat ini, tahun 2000!).
Bila pasa masa 1950-1955 pemain pribumi masih sempat belajar dari pemain Belanda/Eropa, pada masa 1955 – 1960 ini pemain pribumi banyak belajar dari beberapa klub keturunan India yang terdapat di Medan dan Jakarta.
Dengan demikia sungguhpun mutu perlahan meningkat, tapi umumnya dari tahun ke tahun, kita lagi-lagi melihat pemain yang itu-itu juga! Tak ada muka baru; sampai tahun 1970 sebagian besar pemain nasional adalah hasil masa 1955 – 1960 ini.
Tidak munculnya pemain baru, mahalnya peralatn hoki, kesukaran pembiayaan pemeliharaan lapangan dan sebagainya mengakibatkan banyak klub yang mati dan tinggal nama saja. Lapangan hoki makin sedikit dan tidak terawat. Banyak lapangan hoki yang ditinggalkan hingga digunakan untuk olahraga lain. Sampai-sampai tidak bisa menduga lagi kalo lapangan tersebut semula adalah lapangan hoki yang selalu hijau dan serata dengan permadani!
Hoki putri dan campuran menghilang lebih dulu. Hoki campuran masih dipertandingkan dalam Dies Universitas Indonesia 1957. Hoki putri masih dipertandingkan dalam PON 4 Yogya 1958 bersama dengan hoki putra dan keduanya dimenangkan oleh IOMA (Bandung). Namun pertandingan putrid dan campuran terakbar yang pertama dan terakhir terjadi dalam PON IV makasar 1957, tempat dipertandingan hoki putra, putrid dan campuran.
Kemudian menghilang pula klub dari angkatan bersenjata yang umumnya hanya dapat bertahan sampai sekitar tahun 1960.
Sementaraitu pada pada tahun 1956 tim Singapura mengadakan kujungan balasan. Meraka dihadapkan pada dua tim nasional, yaitu tim Rajawali dan Garuda (Jakarta), dua tim di Bandung dan satu tim kombinasi orang asing di Jakarta. Tim Singapura memenangkan semua pertandingannya. Masih dalam tahun 1956, dalam kongres IHF yang dilangsungkan bersamaan dengan olimpiade Melbourne, Indonesia diterima menjadi anggota IHF.
Sekitar tahun 1959, pimpinan PHSI beralih dari dr. Ismail kepada BPH Bintaro. Namun karena kemudian terjadi kekosongan dalam pimpinan PB-PHSI saat itu (ketua dan beberapa pengurus mendapat tugas ke luar negeri), maka pimpinan dialihkan kepada Brigjen Umar Wirahadikusumah. Surutnya popularitas hoki sudah terasa dalam PON V Medan pada tahun 1960, dimana hanya dipertandingkan hoki putra. Medan yang diwakili Universitas Sumatera Utara (USU) keluar sebagi juara. Kejuaraan Nasional pertama 1960 di Jakarta, juga hanya hoki putra. Dalam kejuaraan ini Bandung sempat mencuri mahkota tertinggi hoki dari sang juara abadi Medan yang kali ini gagal masuk final karena kalah undian dari Jakarta di semifinal.
Pada akhir tahun 1960 dibentuk tim nasional ketiga untuk suatu tur ke Singapura yang kedua. Hasilnya cukup menggembirakan, dua kali kalah tipis (0-1) dari Singapure Selection dan satu kali menang 2-1 dari tim pelajar Singapura.
Masa 1960 – 1965
Dalam masa 1960 – 1965 hoki dimainkan di lebih banyak kota dan keanggotaan PHSI telah mencakup Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Sala, Salatiga, Yogya, Surabaya, Madiun, Makasar, Manado. Tapi sebagai akibat menghilangnya hoki dari sekolah umum (SMU) di masa 1955 – 1960, terjadi kemunduran dalam segi pemasyarakatan dan popularitas. Inilah salah satu sebab mengapa prestasi tidak dapat naik dengan cepat sungguhpun terdapat dua Coach asing dari negar juara dunia India dan Pakistan sejak 1961- 1965untuk membina tim nasional. Pemain nasional tim Asian Games Jakarta1962 juru kunci pool) Ganefo Jakarta 1963 (runner-up dari dua peserta), olimpiade Tokyo 1964 (batal berangkat) semuanya adalah pemain lama pembinaan masa sebelumnya (1955-1960), karena memang tiding muncul pemain baru yang lebih baik! Misalnya dalam Kejuaraan Nasional kedua di Surabaya pada tahun 1961 yang merupakan seleksi lanjutan untuk Asian Games 1962. Dalam kejuaraan itu pemain nasional dipulangkan untuk memperkuat perserikatan masing-masing. Pemain yang terpilih ternyata itu-itu juga, yang memang lebih unggul dari pemain lainnya. Dalam pertandingan itu kembali Medan menjadi juara, sungguhpun dalam pertandingan setengah kompetisi tersebut Medan sempat dikalahkan Bandun. Menjelang Asean Games, tim nasional ikut serta dalam turnoi internasional di Ahmedabad, India. Urutan hasil pertandingannya; India, Jerman Barat, Australia, Belanda, Malaysia, Selandia Baru, Belgia, Jepang, RPA dan Indonesia sebagai juru kunci.
Sementara itu dalam PON V Bandung 1961, yang diselenggarakan sebelum kejuaraan nasional di Surabaya tersebut di atas, pemain nasional tidak diperkenankan ikut serta dan TC (Trainning Center) tidak dibubarkan. Ternyata juaranya masih tetapMedan yang beruntung menang, undian dari Jakarta Raya dalam final. Pada saat itu muncul Jawa Barat, untuk pertama kali termasuk tiga besar. Dalam Kejuaraan Nasional ketiga di Jakarta, Medan lagi juaranya, dan muincul untuk pertama kali Padang masuk tiga besar, kemudian diadakan TC untuk Ganefo, dengan suatu pemanasan berupa tur ke Hongkong, dengan menejer tim Hutasuhut, coach M. Taqi (almarhum, Pakistan) dan asisten coach Chet Singh.
Pada saat itu sulit memperoleh pemain baru, sedangkan lama umumnya telah melalui puncak prestasi masing-masing. Klub banyak yang hilang tanpa bekas. Sampai tahun1962 di Jakarta masih ada beberapa klub yang aktif hingga sulit mencari lawan bermain bagi TC yang diadakan di Jakarta. Tapi dalam tahun 1963 – 1965 klub yang ada sudah tidak begitu aktif hingga sulit mencari lawan bagi TC. Di Medan dan Bandung (dua terbaik Indonesia saat itu), klub yang masih aktif dapat dihitung dengan jari sebelah tangan; demikian pula diYogya, Semarang dan Surabaya keadaan di kota lain lebih buruk lagi. Klub dari angkatan bersenjata hanya tinggal di Akademi Militer (AMN, AAU, AAL). Klub Garnisun yang pernah disegani ditiap kota, praktis tinggal nama saja. Kompetisi dan tuirnoi kilat hanya di Medan dan Bandung. Turnoi kilat hanya di Saemarang, Yogya dan Surabaya yang masih terdengar, dan hanya ada satu kelas.
Keadaan lapangan hoki menyedihkan, baik karena surutnya maupun karena buruknya pemeliharaan. Saat itu di Medan hanya tinggal dua lapangan : Kebun Bunga – di sini perumahan sudah menjalar dekat sekali ke tepi lapangan – dan di Khalsa School. Di Jakarta, selain stadion hoki rumput termegah di Asia Tenggara (yang hanya dipakai untuk peristiwa nasional), hanya ada satu lapangan. Di Bandung sudah ttidak ada lapangan! Satu-satunya lapangan yang masih lumayan kualitasnya, mungkin hanya di kompleks AAL Surabaya. Harga peralatan hoki sudah terlalu tinggi hingga tak terbeli pelajar dan mahaiswa. Hanya di Akademi Militer perlengkapan dapat dikatakan masih mencukupi. Tapi kemudian hoki dicoret dari kurikulum AMN, kemudian menyusul pula AAL, sampai saat ini! Bahkan hoki di STO (Sekolah Tinggi Olahraga) dan SMOA (Sekolah Menengah Olaraga Atas) pun praktis terheanti karena tidak ada peralatan hoki. Tak heran bila dalam Porasto (Pekan Olahraga Antar STO) I, 1965, hoki tidak dipertandingkan bahkan juga tidak dalam PON 1965 di Jakarta.
Dalam tahun 1964 terjadi pertiwa yang paling tragis dalam sejarah hoki Indonesia. Walaupun semula hanya sebagai cadangan, namuin akhir tim nasional olipiade Tokyo Indonesia diterima sebagai peserta dan dengan demikian untuk pertama kalinya hoki Indonesia dapat termasuk enam belas besar dunia! Karena semula masih cadangan, tim hoki dipersilakan nunggu di Jakarta, sedangan kontingen Indonesia lainnya berkonfrontasi Tokyo ketika kemudian Indonesia diterima sasebagai peserta, tim segera disiapkan untuk berangkat ke Tokyo. Pagi sekali bus pemain telah siap dengan pakaian tim, berjas dengan lambang garuda dan dengan teratur naik ke bus. Tapi bus tidak berangkat juga, karena harus menunggu lampu hijau dari pimpinan kontingen di Tokyo. Terpaksa pulang pesawat yang disiapkan diminta menunggu di air port. Akhirnya terbetik berita kontingen Indonesia mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam olimpiade Tokyo, olimpiade pertama di Asia : tim hoki tak usah diberangkatkan dan kontingen Indonesia akan pulang hari itu juga! Bagaikan mimpi buruk, para pemain dan officials turun kembali dari bus. Suatu kesempatan yang tiada taranya, yang sampai tahun 2000 belum sempat terulang kembali! Kesempatan untuk memastikan diri sebagai minimum enam belas besar dunia; bahkan bukan tak mungkin lebih baik dari itu, sebab saedikitnya ada dua tim yang bisa kita ajak bersaing, Hongkong dan Rhodesia!
Bersyukurlah disamping hal yang telah kelabu itu masih ada beberapa titaik terang dalam tahun 1961 di Bandung, untuk pertama kali di Indonesia didirikan hoki anak (usia 7- 16 tahun, sejak SD kelas satu, baik putra maupun putri). Dalam tahun 1964, sebagai kelanjutannya, di Bandung didirikan proyek perintis hoki yunior, yaitu hoki anak yang telah jadi remaja. Di tahun itu juga untuk pertama kali di Indonesia dimainkan hoki-mini, adaptasi hoki dalam ruang yang dimainkan di udar terbuka, diadakan di Bandung di pelataran parkir di muka Gedung Sate.
Sementara itu juga di Jakarta dan Surabaya mulai dihidupkan kembali kegiatan hoki di beberapa SMU sebagai proyek perintis dengan dibekali stik dan alat lainnya, baik langsung dari PB-PHSI, maupun dari pemerintah daerah (di Jakarta).
Sesungguhnya telah mengalami pengalaman pahit dengan batalnya berangkat ke olimpiade, tapi pemain dan tim nasional tidak jera.
Dalam tahun 1965 sempat berhadapan dengan ‘juara dunia’ Pakistan pada peringatan dasawarsa konfrensi Asia-Afrika. Selanjutnya mendapat undangan untuk berkunjung ke Pakistan dan Srilangka! Dengan semangat menggebu-gebu untuk menunjukan kualiatas tim nasional disaat itu, berangkatlah tim ini. Tur ke Pakistan memang suatu study tur, kita memang sempat menang satu kali, kalah tujuh kali. Kualitas Indonesia yang sebenarnya tampak di Srilangka dalam dua pertandingan internasional melawan tim nasional Srilangka yang dipersiapkan untuk Asian Games V di Bangkok 1966. Hasilnya, satu kali seri dan satu kali kalah tipis kontroversional 0-1! Tim Srilangka ini kemudian muncul sebagai urutan kelima Asian Games tersebut (di bawah India, Pakistan, Jepang dan Malaysia) dan sempat memaksa Malaysia bermain seri. Andaikan Indonesia ikut Asean Games 1966 tersebut…!
Masa 1965 – 1970
Dalam tahun 1966, disiapkan tim untuk Asean Games Bangkok, yang oleh PHSI dimaksudkan untuk dapat mencapai kualifikasi untuk Olimpiade Meksiko 1968 dengan target lima terbaik di Asia, sebab untuk Meksiko, Asia mendapat jatah tiga negara di luar India dan Pakistan. Dan melihat hasil tur Srilangka, hal itu merupakan suatu target yang mungkin bisa dicapai. Namun settelah batal berangkat secara tragis saat Olimpiade Tokyo 1964, kini TC kembali terpaksa dibubarkan dan tim batal berangkat karena KONI menjatuhkan persyaratan tiga besar Asia untuk permainan beregu bagi keikutsertaannya dalam pertandingan di Asia! PHSI dan para pemain belum putus asa. Dalam tahun 1967 dibentuk lagi TC dengan target lima besar Asia dalam suatu turnoi taraf Asia yang akan diadakan sendiri oleh PHSI. Juga usaha ini akhirnya buntu dan TC terpaksa dibubarkan setelah setelah tiga bulan … Sabelum TC dibubarkan masih sempat diadakan kejuaraan Nasional 1967 di Jakarta, tanpa pemain TC boleh ikut serta. Medan tetap berhasil jadi juara dengan mnegalahkan Bandung di final. Pertandingan dimainkan di lapangan Urip Sumohardjo, Jatinegara.
Demikianlah hoki Indonesia memasuki masa kelabu karena persyaratan tiga besar Asia yang diberlakukan tanpa kecuali. KONI tidak mau mengertia bahwa untuk hoki Indonesia, menjadi nomor tiga besar di Asia belum mungkin, bahkan juga sampai tahun 2000! Di Asia ada empat Negara yang termasuk sepuluh besar dunia (India, Pakistan, Malaysia dan Jepang), dua diantaranya adalah juara dunia (India dan Pakistan). Jadi persryaratan tiga besar di Asia untuk hoki Indonesia adalah mustahil. Tapi persyaratan enam belas besar di dunia justru mungkin! Sedang bagi cabang permainan beregu lain seperti sepak bola, polo air, volley, basket, memang Indonesia baru mungkin berharap masuk enam belas besar dunia, bila ia sedikitnya nomor tiga di Asia! Perbedaan inilah yang tidak bisa terlihat oleh KONI! Akhirnya hoki Indonesia terkucil dari kegiatan Internasional sejak 1966 sampai 1972. Kegiatan hoki jadi senin-kamis, terlebih di daerah. Tim nasional di masa-masa ini adalah bekas tim olimpiade 1964, yang untungnya sudah terdapat beberapa pemain muda sebagai hasil hoki anak Bandung dan proyek perintis hoki masuk SMU di beberapa kota.
Sungguhpun mendapat perlakuan tidak adil, tim nasional kita kami sempat unjuk gigi dan justru mendapat pujian dari pers setempat dalam suatu tur pelipur lara ke Malaysia pada tahun 1970. Dan prestasi ini dicapai tanpa bantuan pelatih asing! Tur ini dilaksanakan pada masa Priyatna Abdurrasyid, SH. Menjadi Ketua Umum PB-PHSI (1967 – 1973), dengan manajer tim dari dr. Abdul Djalal, official Hilkia Silitonga (almarhum) dan wasit Chet Singh.
Sementara itu pada tahun 1967 Komisi Riset PHSI berhasil menyusun suatu rancangan Peraturan Permainan dan Peraturan Pertandingan Nasional. Tapi sayang sampai1984! Belum sempat disahkan. Jadi PHSI sampai tahun 1984 belum memiliki peraturan permainan dan peraturan pertandingan nasional yang baku! Jelas ini menghambat perkembangan hoki Indonesia umumnya, peningkatan prestasi khususnya.
Pada tahun 1968, hoki-mini, yaitu hoki-dalam-ruang yang dimainkan di luar dan lahir di Bandung tahun 1964, diperkenalkan di Jakarta di lapangan hoki-mini di halaman kantor Kejaksaan Agung. Pada PON VII 1969 Surabaya, dominasi Sumut dipatahkan oleh Jabar yang untuk pertama kali jadi juara.
Masa 1970 – 1975
Berdasarkan hasil tur Srilangka tahun 1965 (seri 0-0 dan kalah tipis 0-1 dari tim Asean Games Srilangka) dan tur Malaysia 1970 (kalah tipis 0-1 dan 0-2 dari Asean Games Malaysia), hoki Indonesia dapat dimasukkan dalam ruimpun 3 di Asia. Rumpun 1, India dan Pakistan, Rumpun 2, Malaysia dan Jepang, Rumpun 3, Srilangka, Singapura, Indonesia, Hongkong dan Korea Selatan, Rumpun 4, Muangtai, Nepal dan Burma.
Namun sementara itu masa kelabu 1965 – 1970 mulai terasa dampaknya. Turnoi hoki dalam PON Palembang 1971 merupakan turnoi mahasiswa tingkat nasional yang terakhir (Jawa Barat juara), sampaidihidupkan kembali pada tahun 1981 dalam bentuk yang lain. Dalam berbagai turnoi Asia Tenggara kita belum saja mampu menggeser Singapura.
Pada tahun 1973 pimpinan PB-PHSI beralih dari Priyatna Abdurrasyid, SH kepada Mayjen Leo Lopulisa yang menjabat sampai tahun 1976. Pada PON keVIII 1973, Jakarta, Jabar berhasil mempertahankan kejuaraan dan Sulsel untuk pertama kali masuk dua besar PON. Menjelang kejuaraan wilayah Asia timur ketiga di Kualalumpur 1973(yang merupakan rangkaian penyisihan untuk olimpide), persyaratan tiga besar Asia diperlunak oleh KONI. Dengan demian tim nasional kita dapat ikut, tapi hanya berhasil menempati uratan kelima di bawah Australia, Malaysia, Jepang, Singapura dan di atas Hongkong dan Muangtai.
Dalam tahun 1975, Indonesia menjadi tuan rumah kejuaraan serupa yang keempat. Tentu saja terbesit harapan agar dalam turnoi di kandang sendiri, tim kita akan mampu mencapai prestasi yang lebih baik. Namun kualitas hoki Indonesia masih terus menurun tanpa dapat dicegah. Kita merosot keurutan keenam, di bawah Autralia, Malaysia, Jepang, Hongkong, Singapura dan di atas Muangtai. Sementara itu satu perguruan tinggi di Indonesia (Universitas Indonesia) diikutsertakan dalam Biennal Intervarsity Games di Singapura sejak 1972, baik putra maupun putri, tapi selalu kalah.
Sungguhpun di tingkat internasional prestasi menurun, tapi diperlunaknya persyaratan tiga besar Asia bagi keikutserta dalam turnoi di Asia, membawa angin besar bagi perkembangan hoki. Di Jakarta hoki sempat masuk kebebrapa SMU dan di Bandung, bahkan juga ke SMP, walaupun ini atas prakarsa perserikatan setempat dan bukan karena secara resmi masuk kurikulum. Dalam bidang officiating (penyelenggaraan turnoi/pertandingan) juga ada usaha perbaikan yang sanyangnya tidak pernah tuntas dan sering dibiarkan mengambang. Rancangan peraturan permainan dan pertandingan nasiaonal (disusun 1967) yang tak pernah sempat dibakukan itu mengakibatkan tiap turnoi peraturan pertandingannya bisa berbeda atau sebenarnya kurang memadai untuk suatu turnoi bertaraf nasional.
Melihat keadaan itu, komisaris daerah hoki Jawa Barat menargetkan buku peraturan permainan nasional PHSI pada tahun 1975. kedua buku itu dinyatakan berlaku untuk wilayah Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena sudah dirasakan perlu mengingat perkembangan hoki yang cukup menggembirakan di Jawa Barat saat itu. Di Bandung hoki telah memasuki bukan hanya perguruan tinggi, tapi pula beberapa SMU dan SMP. Di luar Bandung yang telah menjadi anggota pengurus daerah Jawa Barat adalah kabupaten Bandung, Kuningan, Kerawang, Cianjur dan Tasikmalaya. Calon Anggota adalah kodya Bogor, Cirebon, Subang dan Sumedang.
Sementara itu di sekitar tahun 1971 PB-PHSI sempat memberi stik hoki dan legguards keeper serta bola hoki ke berbagai daerahdi Indonesia. Dengan pemberian tersebut pada akhir 1972 di Jawa Barat dapat diselenggarakan kejuaraan hoki-mini pertama di Indonesia yang mencakup propinsi, memperebutkan piala Umar Wirahadikusamah. Keluar sebagai juara : Bandung, Kuningan, Kerawang.
Telah disebut bahwa hoki putri telah dihidupkan kembali di Bandung melalui hoki-mini sejak 1968 dan kemudian mulai digemari oleh para mahasiswi. Demikianla pada tahun 1973 seakan sejarah berulang, suatu tim putri pribumi (dalam hal ini tim mahawsiswi ITB) belajar dari tim putri orang asing (dalam hal ini tim kombinasi dari Jakarta), sesuatu yang dulu terjadi sekitar tahun 1953 -1954.
Sementara itu peraturan pertandingan dalam berbagai turnoi nasional sering berbeda dan kurang memadai. Bila ada pertentangan, tak ada peraturan baku yang dapat dipakai wasit. Tak mengherankan dalam jangka panjang keadaan ini mengakibatkan wibawa PB-PHSI turun. Juga rencana semula dari PB-PHSI untuk mengembangkan hoki dengan pelatih bangsa sendiri ditinggalkan pada tahun 1973 didatangkan Coach dari Belanda dalam rangka kejuaraan wilayah Asia Timur. Ketiga dan dari Pakistan untuk menghadapi kejuaraan wilayah Asia Timur 1975. tapi seperti tercatat dalam sejarah, belum seorang pun coach luar negeri (dan dari Negara pemuncak hoki dunia : India, Pakistan dan Belanda) yang mampu meningkatkan prestasi hoki Indonesia bahkan juga tidak untuk kawasan Asia Tenggara saja. Jelas masalahnya bukan hanya pada pelatih, tapi terutama karena pengembangan hoki di Indonesia belum mendukung kemungkinan peningkatan prestasi untuk standar Asia Tenggara.
Masa 1975 – Sekarang
Terlalu lamanya hoki Indonesia tidak memiliki peraturan permainan dan peraturan pertandingan nasional yang baku, sempat menimbulkan beberapa lembaran kelabu dalam sejarah turnoi nasional dan menghambat peningkatan prestasi. Misalnya peristiwa Jakarta Raya yang berhasil menjadi juara dalam Kejuaraan Nasional 1972 di Jakarta di bawah protes Jawa Barat. Protes itu tak pernah diselesaikan sampai tuntas. Beberapa kericuhan terjadi dalam PON 1973 – 1977. Sejumlah keanehan tampak dalam kejuaraan antar perguruan tinggi putri 1981 di Jakarta. Tidak jelas siapa yang berhak mengikuti suatu Kejuaraan Nasional, apakah perserikatan kota ataukah tim DST-I (kejuaraan Nasional 1982 di Surabaya).
Namun demikian masa penanaman bibit baru 1965-1970 mulai membuahkan hasilnya. Jumlah pertandingan meningkat dan jumlah daerah yang mampu mencapai puncak hoki Indonesia juga bertambah, tak lagi terbatas pada Medan, Sumut dan Bandung , Jabar.
Pada tahun 1976 pimpinan PHSI beralih dari Mayjen Leo Lopulisa pada Padmosumasto, SH., salah saeorang pendiri PHSI di tahun 1954. Pada tahun 1976 PB-PHSI menunjuk Bandung (sebagai juara nasional) unuk mewakili Indonesia dalam turnoi Piala Tun Razak di Kualalumpur. Masih 1976 Bandung berhasil unggul atas Jakarta dalam final Kejuaraan Nasional. Di PON IX, 1977, Jawa Barat berhasil menjadi juara untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.
Tahun 1977 dan 1979 Indonesia ikut dalam SEA Games kesembilan dan kesepuluh dengan hasil urutan yang sama : Malaysia, Singapura, Indonesia dan Muangtai.
Sementara itu tanggal 11 Desember 1977 untuk pertama kali di indaonesia dimainkan hoki dalam-ruang di gedung serba guna kampus ITB. Dimulai dengan suatu kejuaraan kecil antar klub, baik putri maupun putra. Tahun 1978, hoki di Cirebon yang pernah ada sampai sekitar tahun 1957, bangkit kembali walaupun tersendat-sendat pada tahun 1983 Cirebon telah memiliki pula tim hoki putri.
Pada tahun 1979 di Jakarta untuk pertama kali diselenggarakan kejuaraan yunior nasional, dengan hasil urutannya : Bandung, Surabaya, Jakarta dan Yogya. Untuk itu pada tahun 1978 diadakan kejuaraan yunior wilayah barat di Palembang (juara : Bandung dan Jakarta) dan wilayah timur di Surabaya (juara : Surabaya dan Yogya) tahun 1980, untuk pertama kali di Indonesia suatu perguruan tinggi suasta menyelenggarakan turnoi antar perguruan tinggi, baik putra maupun putri : Parahiyangan Intervasity hockey cup (PIHC). Dalam PIHC kesatu, tim dari luar Bandung berhalangan hadir, tapi dalam PIHC kedua 1982, ikut serta pula perguruan tinggi dari Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang dan Bandung sendiri. Juara putra : Universitas Parahiyangan, Universitas Padjadjaran, Universitas IKIP Bandung, Universitas Hasannudin. Juara putri : IKIP Surabaya, IKIP Bandung, Universitas Parahiyangan, Universitas Padjadjaran.
Sementara itu pada tahun 1980 pimpinan PHSI beralih dari Patmo Sumasto, SH., kepada Raj Kumar Singh. Dalam PON kesepuluh 1981 di Jakarta, dominasi Jawa Barat selama tiga PON berturutan (1969, 1973, 1977) direbut Jawa Timur yang untuk pertama kali jadi juara masih pada tahun 1981, turnoi resmi nasional antar mahasiswa yang telah sekian lama menghilang, muncul kembali dalam bentuk kejuaraan antar perguruan tinggi. Juara putra : IKIP Ujung Pandang, IKIP Jakarta, Universitas Padjadjaran, Universitas Tehnologi Bandung, Akademi Sekretaris dan Manajemen Jakarta. Pada tahun 1982 diadakan lagi turnoi jumlah peserta lebih banyak.juara putra : Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, IKIP Semarang. Juar putri : IKIP Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Parahiyangan. Satu tim mahasiswi Indonesia sempat dibentuk untuk suatu tur belajar ke Malaysia setelah kejuaraan tersebut.
Masih pada tahun 1982, turnoi hoki-dalam-ruang ITB yang kelima diperluas menjadi antar kampus yang mencakup Jawa Barat dan DKI Jaya. Ikut sert tujuh perguruan tinggi dari kota Jakarta, Cirebon dan Bandung. Juara putra : Universitas Parahiyangan, Akademi Sekretaris dan Manajemen Jakarta dan Universitas Padjadjaran. Juara putri : Universitas Padjadjaran, IKIP Bandung dan ITB.
Setelah terakhir dipertandingkan di PON Makasar 1957, pada kejurnas 1982 di Surabaya, hoki putrid kembali dipertandingkan bersama dengan hoki putra. Jawa Timur muncul sebagai juara putra dan Jawa Barat sebagai juara putrid. Sementara itu PB-PHSI mengontrak dua orang coach dari India untuk tim nasional putra dan putri yang dipersiapkan untuk South East Asian Games (SEAG) keduabelas 1983 di Singapura. Untuk hoki putri adalah pertama kalinya Indonesia ikut dalam suatu turnoi internaasional. Hasilnya, urutan putra maupun putri ternyata sama : Malaysia, Singapura, Muangthai dan Indonesia, ini untuk pertama kali kita di bawah Muangthai.
Dalam PON XI 1985 dipertandingkan hoki putra dan putri. Jatim juara putra dan Jabar juara putri. Terakhir putrid dipertandingkan di PON IV Makasar 1957 (putra, putrid, campuran!). Sayang SEA Games 1985 di Bangkok tidak mempertandingkan hoki. 1986 Invitasi Hoki Ruangan antar Perguruan Tinggi yang digelar sejak 1928 oleh SKOR HOKI ITB jadi lengkap 3 nomor : putra, putrid dan campuran.
1987 terjadi peristiwa penting pada Kejurnas XI di Cibubur dengan di pertandingkannya lengkap senior dan yunior; Senior putra dan putrid serta yunior putra. Jabar jadi juara-senior putra dan putrid, Jatim juara yunior putra. Kejurnas ini merupakan seleksi untuk SEA Games 1987 di Jakarta dan Indonesia jadi rumah. Dengan dibantu pelatih asing dari Malaysia, tim putra kita berhasil menerobos ke posisi runner up di bawah ‘juara abadi’ Malaysia, sedangkan tim putri kita walaupun bermain baik, tapi lawan masih sedikit lebih baik dari putri dari pada putri kita harus puas jadi nomor 4.
PON XII 1989 di Jakarta, Sulsel pertama kali jadi juara putra dan Irian Jaya pertama menjadi juara putri. Dalam SEA Games 1989 di Kualalumpur, putra tak berhasil mempertahankan perak namun masih dapat maemperoleh perunggu, sedang tim putri masih belum berajak dari nomor. Untuk SEA Games 1989 tersebut Indonesia mengirimkan dua orang wasit, Husni Alamsyah dan Anis Kamah. Pada tahun 1989 ini untuk pertama kali Universitas di Jakarta (UI) menyelenggarakan kejuaraan hoki ruangan antarmahasiswa di kampus UI Depok. Pada SEA Games 1991 di Manila, kembali hoki tidak dipertandingkan. Masih pada tahun 1991 peraturan permainan hoki selama ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh Pengda PHSI Jabar dalam bentuk buku, oleh PB-PHSI disebarkan ke Pengda-pengda lainnya.
Jabar merupakan salah satu daerah yang konsisten membina hoki yunior. Pada kesempatan MUSDA PHSI Jabar 1 Februari 1992, diperagakan pertandingan yunior antara Taruna Bakti – Bandung International School.
Pada PORDA Jawa Barat tahun 1992 di Tasikmalaya yang dibuka oleh Ketua Umum PB-PHSI P. Rajkumar Singh, turut serta 6 dari 7 Pengcab PHSI di Jawa Barat. Ini merupakan Pengcab terbanyak di suatu propinsi, Kodya Bandung juara putra, Kabupaten Bandung juara putri dan Kabupaten Bekasi juara campuran. Di Kejurnas XII tahun 1992 yang mengambil tempat di base camp hoki Tanjung Bintang Lampung Selatan, untuk pertama kali dipertandingkan lengkap 4 event : senior putra (Sulsel juara), senior putri (DKI untuk pertama kali menjadi juara), yunior putra (Irian Jaya juara), yunior putrid (Jawa Tengah juara);
Di PON XIII 1993, yang merupakan seleksi untuk persiapan SEA Games, Irian Jaya jadi dwijuara : putra dan putri. Indonesia dalam SEA Games 1993 di Singapura, putra tetap nomor 3 dan putri tetap nomor 4.
Dalam Konggres PHSI 1994, Rajkumar Singh terpilih kembali sebagai Ketua Umum PB-PHSI dan untukpertama kali dalam susunan kepengurusan ada Komisi Litbang. Kejurnas XIII 1995 kembali diselenggarakan di base camp hoki Tanjung Bintang Lampung Selatan dengan 3 lapangan. Seperti pada Kejurnas sebelumnya kali ini juga lengkap 4 event : Senior putra (juara Irja), senior putra (juara DKI), yunior putra (juara Irja), yunior putri (juara Jabar). Pada Kejurnas kali ini Litbang mengadakan studi analisa berdasarkan rekaman video, yang hasilnya berupa laporan yang dipersiapkan bagi para pelatih yang kelak akan menangani team persiapan SEA Games 1995. Sayang untuk SEA Games 1995 di Chiang Mai Thailand ini, KONI tidak memanggil hoki masuk pelatnas karena dinilai tidak mampu mempersaembahkan mendali emas, sedang PB-PHSI secara jujur mengatakan targetnya putrid perak dan putra perunggu. Pada tahun 1995 ini PB-PHSI menugaskan Siti Safariatun sebagai salah satu pelatih pengcab Bekasi – Pengda Jawa Barat untuk mengikuti kursus pelatih yang disaelenggarakan oleh Malaysian Women Hockey Association di Selangor, Malaysia. Pengda PHSI Jabar membuat rekor baru : 9 dari 10 Pengcab ikut serta dalam PORDA Serang 1995. Kodya Bandung juara putra dan Bekasi juara putrid.
Buku peraturan permainan yang semula diterbitkan oleh Pangda PHSI Jabar, kini diambil alih oleh PB dan sementara diterbitkan dalam bentuk fotocopy dan berlaku untuk dua tahunan (95 - 97). Sementara itu sdr. Primadi ditugaskan untuk mengikuti Asian Hockey Coaching Seminar di Singapura (7-9 Juni 1996).
Dalam pra-PON 1996 diselenggarakan penataran wasit dengan mengguanakan buku peraturan dalam bahasa Indonesia dan mulai dibuat data wasit-wasit yang ada. Dalam Pra-PON 1996 tersaebut Irja juara putra dan Jabar juara putri. Menjelang PON 1996 diselenggarakan pula penyegaran wasit yang merupakan kerjasama PB-PHSI dengan wasit senior dari Malaysia. Dalam PON ini dipergunakan sejumlah wasit luar negeri disamping sejumlah wasit kita yang terpilih. Bila Irja prestasi putranya stabil dengan jadi juara dalam PON XIV 1996, tapi putri Jabar gagal dari juru kunci. Di event putri ini tim ‘kuda hitam’ Jogjakarta yang sebelumnya tidak diperhitungkan keluar jadi juara mengalahkan favorite Jatim di final melalui adu pinalti.
November 1996 Ketua Umum PB-PHSI menghadiri Kongres Federasi Hoki Internasional di Brusel, Belgia, Eropa.
PON XIV ini seharusnya diselenggarakan tahun 1997, tapi karna Jakarta ditunjuk jadi tuan rumah SEA Games 1997, maka PON XV dipercepat jadi tahun 1996, sekaligus seleksi untuk pelatnas SEA Games 1997. SEA Games 1997 agak beratt Indonesia, pertama tuan rumah harus mempersiapkan lapangan hoki sintetis (yang pertama di Indonesia), kedua mempersiapkan Panitia Pelaksana, dan ketiga mempersiapkan dua tim (putra dan putri) di lapangan rumput (basecamp Lampung), padahal pertandingannya nanti di lapangan sintetis yang dibangun di lapangan hoki luar di kompleks Gelora Senayan, nyaris tidak selesai, dan hanya karena desakan dari PB-PHSI, AHF bersedia menyatakan lapangan sintetis Senayan tersaebut dapat dipakai untuk turnoi hoki SEA Games 1997. Lapangan (karpetnya) baru selesai beberapa hari sebelum turnoi dimulai, sedangkan fasilitas penunjang hanya cukup memenuhi syarat minimal.
Oleh sebab itu satu setengah bulan sebelum turnoi hoki SEA Games 1997 dimulai, Pelatnas hoki melaksanakan ‘Tour Belajar’ ke Pakistan dan Malaysia untuk menambah jam terbang bermain di lapangan karpet. Jelas bahwa jam terbang tim kita tertinggal dibandingkan tim peserta lainnya, dan kita sama sekali tidak bisa memetik keuntungan dengan lebih kenal pada lapangan sendiri sebagai tuan rumah. Namun demikian hasil pertandingan cukup baik. Putra bertahan di posisi 3 melalui adu pinalti setelah perpanjangan waktu, sedangkan tim putri kurang beruntung karena harus puas di posisi 4, juga melalui adu pinalti setelah perpanjangan waktu. Sesunggunya tim putrid kita saempat membuat kejutan dengan unggul 2-1 dari Malaysia di babak pertama, saying akhirnya kita kalah tipis 2-3, antara lain akibat grogy kena hukuman pinalti. Andaikan tim putri kita menang lawan Malaysia maka di final bukan Malaysia, tapi Indonesia! Dalam penyelenggaraan pertandingan juga cukup baik, tak ada insiden yang serius, Indonesia menurunkan dua orang wasit : Husni Alamsyah dan Anis Kamah, tapi hanya Husni yang dipasang. Laporan Panpel mendapat pujian dari Tour-nament Director (IHF) selain karena lengkapnya laporan, juga karena sudah diserahkan pada para team manager sebelum mereka meninggalkan Jakarta. Laporannya lengkap sejak berita acara semua pertandingan, data-data dan statistik serta kliping dan dijilid berupa laporan resmi Panpel Hoki berjudul Match Report & Statistics. Kemudian Litbang PB-PHSI menerbitkan laporan evaluasi pertandingan SEA Games 1997 tersebut sebagai laporan pada KONI, lengkap dengan analisanya berjudul ‘Mengukur prestasi cabang yang tak terukur’ yang terdiri dari tiga jilid : Buku 1 : Match Report & statistics; Buku 2; Analisa Data Scores; Peta Kekuatan Hoki di Asia Tenggara, Buku 3 Analisa Data Scores; Prestasi Tim Indonesia. Analisa meggunakan ‘Batery Variabel Analisis’ berdasarkan data scores yang diciptakan oleh Primadi (1967) sebagai sie Publikasi PB-PHSI saat itu dan kemudian dikembangankan pada tahun 1973 untuk analisis tim PON Jabar, disempurnakan lagi dalam makalah seminar Olahraga di ITB (1992) dan disempurnakan lagi saebelum digunakan untuk pelaporan SEA Games ini.
Pada turnoi Liga Hoki Mahasiswa (LIHOMA) Nasional, Mei 1998 dengan PB-PHSI selaku pemangku teknik, diselenggarakan penataran wasit dengan ujian tertulis dan praktek. Yang terbaik diantaranya memperoleh sertifikat wasit nasional. Ini adalah yang pertama kali PB-PHSI mengeluarkan sertifikat wasit national.
Pada tahun 1998 sebuah malapetaka menimpa hoki Indonesia karena KONI Pusat & PB-PON 2000 mencoret hoki dari PON tersebut, tanpa konsultasi dengan PB-PHSI. Alasan bahwa PB-PON Surabayatidak menyediakan lapangan sebenarnya kurang bisa diterima, sebab pada saat itu komples IKIP Surabayasedang dibangun lapangan hoki yang diperhitungkan selesai sebelum PON 2000 tersebut. Lagi pula PB-PHSI tidak mengharuskan suatu pertandingan taraf nasional harus dimainkan di karpet, boleh di rumput. Ini adalah untuk pertama kali sejarah hoki di PON tidak dipertandingkan. Akibatnya segera terasa, dalam kedurja Jawa Barat, dari 10 Pengcab hanya 3 yang ikut serta, karana KONIDA II berdalih dalam masa krismon in hanya cabang yang ikut PON yang diprioritaskan subsidi dananya. Dalam suasana seperti itulah diadakan konggres PHSI pada tanggal 15 Maret 1999 dihadiri 11 dari 12 Pangda, yang memutuskan mempercayakan P. Rajkumar Singh sebagai formatur tunggal dan berhasil mengatur kepengurusan dengan ketua umum Prof. Dr. Primadi Tabrani dan disyahkan pada akhir konggres tersebut. Keputusan konggres yang lain : mengangkat P. Rajkuma Singh sebagi Ketua Dewan Kehormatan PB-PHSI. Namun KONI pusat baru melantik kepengurusan baru ini tanggal 2 Juni 1999. Dicoretnya hoki PON 2000 berakibat menyedihkan dalam Kejurnas 1999, 30 Maret – 6 April di Lampung sebagai seleksi untuk pelatnas SEA Games 1999, hanya 5 daerah yang ikut karana KONIDA I umumnya (termasuk Irian sebagai juara bertahan) juga mengambil sikap yang sama; buat apa mengokosi hoki, jika tidak dipertandingkan di PON, juara putra Sumatera Utara, juara putri Jawa barat. Diselenggarakan pula ujian tertulis dan praktek bagi para wasit, dan dikeluarkan sertifikat wasit nasional dari berbagai tingkat. Sementara itu dicoretnya hokidari PON menyebab dalam semua PORDA di seluruh Indonesia yang merupkan salah satu persiapan daerah untuk menghadapi PON, hoki juga dicoret dari daftar cabang yang dipertandingkan.
Dalam keadaan seperti itulah PB-PHSI mempersiapkan tim nasional putra dan putri. Kesulitan masih ditambah karena lapangan sintesis. Senayan tak sepenuhnya dapat dipergunakan oleh pelatnas hoki tim nasional. Sudah jatuh ditimpah tangga pula. Karna krismon maka PB-PB diminta oleh KONI untuk bisa ‘membiayai’ sendiri pelatnasnya, di luar biaya board dan lodging di hotel Atlet Senayan kecuali cabang-cabang yang mempunyai peluang dapat emas sampai taraf tertentu dibantu KONI. Demikialah pelatnas hoki SEA Games kali ini nyaris seluruh biaya peralatan pelatnas, termasuk tur belajar ke Malaysia & peralatannya, peralatan saat bertanding di SEA Games terpaksa dibiayai oleh PB-PHSI sendiri. Hoki Indonesia memang selalu prihatin keadaannya, tapi pelatnas 99 ini sangat memprihatinkan. Keprihatinan ini ditambah dengan fakta bahwa KONI meragukan tim hoki kita, hingga nyaris hoki di Indonesia dicoret dari keikutsertaannya ke SEA Games ’99 di Brunei Darussalam. Akhirnya putra diperkenankan ikut putri dicoret. Namun KONI terkejut dengan prestasi hoki putra yang berhasil memenuhi target mempertahankan perunggu dengan dua kali mengalahkan Thailand, suatu negar yang motonya ‘boleh kalah dari Negara lain, tetapi tidak dengan Indonesia’. Prestasi ini sama dengan yang dicapai sepak bola, bola baket, polo air yang semua tidak mencapai target, padahal keadaan cabang-cabang itu lebih baik dari pada hoki!!. Di SEA Games 99 Brunei ini Indonesia mengirimkan wasit dengan peringkat nasional terbaik saat itu. Ricky Patrice Tiahahu dan seorang anggota Panitia Meja : Ari Sumardi. Bila dalam negeri kita seakan kurang dihargai, tapi pada tahun 1999 ini hoki kita mendapat penghargaan dari Asian Hockey Federation, dengan diangkatnya Rajkumar Singh sebagai anggota Council dan madi sebagai anggota Development & Council Committee. Dan keduanya ikut dalam salah satu AHF Meeting 8-10 April 1999 di Kualalumpur.
Sementara itu hoki mahasiswa setelah masa krismon mulai bangkit kembali. Di stadion Pancasila Yogya, unit kegiatan mahasiswa hoki Universitas Gajah Mada kembali mengelar Invitasi Hoki antar Perguruan Tinggi Rektor ke-VI, suatu acara dua tahun.dan di Bandung Invitasi Hoki antar Perguruan Tinggi Rektor ke-XV, suatu acara tahunan kembali digelar.
Millenium baru tahun 2000 dimasuki dalam keadaan prihatian. Hoki tetap tidak masuk dalam PON 2000, walaupun diakhir 1999 telah salesai dibangun lapangan hoki IKIP Surabaya, hingga alas an tidak adanya lapangan, hingga hoki dicoret dari PON mengundang banyak pertanyaan. Demikianla seleksi untuk SEA Games Kualalumpur 2001 harus melalui kejurnas yang mungkun bernasib sama seleksi kejurnas SEA Games 1999 KONDA-I sungkan untuk membiayai hoki karana belum jelas nasibnya di PON 2004. Tak ada jaminan bahwa cabang hoki sebagi cabang olimpide dan permainan Asia pasti dipertandingkan. Semuanya masih ‘lagu lama’, tarik menarik antara KONI pusat dengan daerah penyelenggara PON. Tentu saja PB-PHSI akan berjuang agar hoki tetap dipertandingkan di PON-PON berikutnya, dan hanya atas dasar dipertandingannya hoki di PON, PB-PHSI akan bisa menyetujui suatu daerah jadi penyelenggara PON.
Namun sejarah terus berjalan, kejurnas 2000 sebagai seleksi SEA Games 2001 direncanakan diadakan sekitar bulan Juli, sesudah PON 2000 selesai. Perangkat Peraturan dan tata tertib penyelenggaraan pertandingan sejak klub, Pengcab, Pengda sampai nasional selesai disusun, begitu pula terjemahan peraturan permainan terbaru, sebagai persiapan untuk kejurnas dan sebagainya. Februari 2000, PB-PHSI mengikuti rapat Asian Hockey Federation di Kualalumpur, dimana PB-PHSI meminta perhatian AFH untuk lebih agresif untuk memperjuangkan hoki sebagai olimpiade dan permainan Asia agar ‘wajib’ dimainkan di PON di makin banyak Negara Asia.
Peristiwa akbar tahun 2000; Turnoi Hockey Olimpiade Sydney pad bulan September. Ketua Umum PB-PHSI memerlukan menyaksikan pertandinganhoki bermutu internasional di suatu stadion yang megah, penonton selalu berjubel dan dimainkan 3 shift @ 2 pertandingan; pagi, siang, malam, dilengkapi dengan dua buah layer video besar yang menampilkan siaran langsung saat pertandingan dengan playbacknya hingga penonton dapat menikmati gol-gol yang tercipta.
Kejurnas 2000 sebagai pengganti dicoretnya hoki dari PON 2000 sekaligus seleksi SEA Games 2001 dilaksanakan pada bulan November di base camp Tanjung Bintang Lampung Selatan. Seperti telah diduga kejuaran yang mempertandingkan lengkap 4 nomor : Senior & Yunior baik putra maupun putri, tidak diikuti semua Pangda karena daerah kesulitan dana, sebab dana sudah diprioritaskan untuk cabang-cabang yang ikut PON yang dilaksanakan pada bulan September. KONI pusat rupanya mulai memperhatikan hoki lebih baik dan membuat suatu kejutan dengan kesedian Ketua Umum KONI Pusat Dr. Wismoyo Arismunandar untuk secara resmi membuka kejurnas tersebut.
Sumut hanya mengirimkan regu putra senior, Sumbar absen, Palembang absen, Jabar satu-satunya daerah yang ikut lengkap ke 4 nomor tersebut. Jateng hanya mengirim yunior putra, DIY senior putrid dan yunior putra, Sulsel mengikuti 3 nomor, Irian Jaya hanya mengirimkan senior putra. Ini pun hasil gotong royong PB-PHSI yang membantu sebagian dari pembiayaan bagi daerah yang minim dana. Juara Senior putra Irian Jaya., juara senior putrid Sulsel, juara yunior putra Sulsel, juara yunior putri Jabar.
Setelah Kejurnas, masih di bulan November 2000 PB-PHSI mengikuti konggres IHF di Paris
Bulu tangkis, tennis meja, hoki
Sebagai upaya kita untuk masuk sepuluh besar dalam dunia olahraga internasionl, maka menarik untuk membicarakan tiga cabang orahraga , yaitu Bulu tangkis, tennis meja dan hoki. Kaetiga cabang olahraga ini ciptakan dan semula dari Eropa. Kemudian benua Amerika ikut bicara pula, tapi bangsa Asia dengan kecepatan menggumkan berhasil memahamkan diri menguasai ketiga cabang olahraga ini, bahkan kemudian merajainya. Artinya Eropa dan Amerika hanya berhasil sekali dua kali menjadi juara.
Coba kita perhatikan fakta menarik ini : hoki putra sejak olimpiade 1928 terus-menerus dikuasai Asia (India dan Pakistan) smpai tahun 1971. Setelah itu turnoi penting internasional walaupun sekali dua kali dapat dicuri Eropa atau Australasia, namun toh masih lebih banyak dikuasai Asia.
Thomas Cup, lambing supremasi bulu tangkis dunia, sejak tahun 1940 terus-menerus dikuasai Asia (Malaysia, Indonesia dan RRC). Sedangkan Uber Cup sejak tahun 1966, juga nonstop dikuasai Asia sampai sekarang (Jepang, Indonesia dan RRC).
Swaythling Cup, kejuaran dunia beregu pria tenis meja, sejak 1954 terus-menerus dikuasai Jepang dan RRC. Sejak 1973 hanya beberapa kali dicuri oleh Eropa. Carbillon Cup untuk beregu putri sejak 1957 terus menerus dikuasai Jepang, RRC, Korea dan hanya beberapa kali direbut Eropa.
Letak rahasianya
Peraturan permainan ketiga cabang olahraga tersebut dapat melepaskan diri dari adu besar, tinggi atau kuat badan. Hal ini jelas kurang menguntungkan bagi bangsa Barat yang pada sejumlah cabang yang lain dapat menarik keuntungan dari kelebihannya dalam besar, kuat dan tinggi badan pemain Asia. Data menunjukan bahwa olahragawan Asia dari ketiga cabang ini rata-rata tergolong sedang untuk ukuran manusia Asia. Selain itu syarat utama ketrampilan fisik adalah gerak pergelangan tangan, lengan bawah serta bahu, kegesitan dan kelincahan. Pembawaan manusia Asia umumnya lebih trampil, gesit dan lincah dibandingkan manusia Barat yang relative lebih lamban.
Tapi kecepatan Asia dapat menguasai, mengejar dan kemudian meninggalkan Barat, terutama terletak pada kreativitasnya daya cipta untuk menciptakan cara, metode, teknik, taktik, system dan sebagainya yang baru untuk dapat memanfaatkan secara maksimal keuntungan yang diberikan pembawaan alam, terlebih karana hal ini tidak dihalangi oleh peraturan permainan . Dari segi teknik misalnya bangsa Barat mengembangkan suatu pukulan (stroke) yang sinambung dan penuh gaya, sejak ayun-belakang (backswing)- sentuhan dengan bola (impact) hingga ke ayun-lanjut (follow through), lengkap dengan keserasian gerak dan posisi kaki serta tubuh dan sebagainya.
Tapi Asia disamping mempelajari gaya Barat tersebut, menciptakan pula teknik baru. Misalnya pukulan yang tidak sinambung karena adalanya kemungkinan penyimpangan gerak yang tiba-tiba dan tidak lagi penuh gaya. Pukulan Asia terutama bersumber dari kedutan yang mengejut dari perggelangan tangan, lengan bawah dan bahu! Dalam peralatan misalnya Asia menciptakan bat tenis meja berlapis karet busa yang menghebohkan pada tahun 1952, tapi kemudian jadi disukai hampir semua pemain dunia termasuk Barat. Dalam hoki diciptakan stik Buldog shape yang berhasil mematikan buatan Inggris (English shape). Buldog shape kemudian digunakan di seluruh dunia hingga disebut Indian shape karean diciptakan oleh India. Juga dalam teknik hoki dikenal Indian pass dan Indian dribble yang semula tidak terdapat dalam perbendaharaan teknik hoki.
Bulu Tangkis
Teknik baru yang diciptakan Asia merangsang pula teknik baru yang dengannya. Teknik yang kreatif menghendaki pula teknik yang kreatif. Dalam soal ketrampilan misalnya, Wong Peng Soon (juara All England 4 kali dan pahlawan Thomas Cup Malaya 1949 dan 1955) membuktikan bahwa dalam bulutangkis kita tidak perlu meniru gaya stroke seperti lazim di Eropa dan Amerika masa itu. Wong Peng Soon terkenal gerak kedutan pergelangan tangan yang tiba-tiba dan sulit diduga. Unang, atau si cabe rawit regu Thomas Cup kita di tahun 1964 terkenal dengan gaya melilit-lilit, Johnny Tjoa dengan raket yang berputar hingga lawan sering tak tahu ke mana bola akan dipukul. Cristian dengan gaya akrobatiknya hingga mampu membalas atau menyambar bola lebih cepat dari dugaan lawan. Dalam kelincahan kita kenal dengan gaya ringan dari Wong Peng Soon, menari-nari dari Tan Yu Hok, mengeliat dan meletik, dari Eddy Choong atau Unang.
Kegesitan manusia Asia menyebabkan dimilikinya start yang cepat dan dalam lapangan bulutangkis yang relative tidak luas itu, mampu menghasilkan suatu mobilitas yang tinggi. Dapatlah diciptakan suatu all court (menjelajah seluruh lapangan) game seperti Tan Yoe Hok, Channarong, Icuk Sugiarto! Mereka mampu mengembalikan setiap bola ke mana pun lawan menempatkannya.
Begitu pula taktik dan strategi yang kreatif dari seorang Sonneville, Rudy Hartono dan Lie Sumirat. Mereka bermain atas suatu siasat dasar yang berkembang dan penuh improvisasi, inovasi dan kreasi sesuai dengan kemungkinan yang muncul saat pertandingan berlangsung.
]
Tenis Meja
Kreativitas Asia telah mencetuskan suatu revolusi dalam permainan tenis meja dan membuktikan bahwa olahraga ini bukan olahraga tennis meja pipng-pong dalam arti kata yang sebenarnya. Kemunculan Hiroyi Satoh dari Jepang dengan pegangan pena (penholder grip) dan bat berlapis karet busa di Bombai tahun 1952 telah memusnahkan supremasi Eropa dalam tunggal pria (St. Bride vase) dan baru belakangan ini sekali-kali pemain Eropa berhasil mencuri jadi juara!
Gaya permainan Asia tidak lagi tunduk pada hukum stroke tennis meja yang diturunkan dari tennis seperti yang umum Eropa saat itu. Posisi gerak kaki, tubuh dan gerak tangan, banyak yang tidak lagi serasi menurut norma Eropa. Tapi dari poisisi yang aneh in kembalilah bola yang melayang dan berputar secara aneh pula berkat putaran (spin) yang dapat yang diberikan dari sembanrang sisi, atau tiba-tiba bola melesat dengan kecepatan yang sulit diduga. Taktik baru segera diciptakan pula, yaitu secepatnya mengambil inisiatif dan mendesak lawan hingga terpaksa bertahan sampai lawan dapat dikendalikan atau dijinakkan.
Kemudian pemain RRC menciptakan pula pegangan cocor bebek, suatu penholder grip yang lebih lentur. Cara ini memungkinkan permainan yang lebih cepat dan menyerang, disamping dapat menyulap putaran bola yang sukar diduga oleh lawan. Cara ini juga memberikan kemungkinan yang lebih baik untuk bertahan atas serangan balik yang tiba-tiba dari lawan, ataupun mengubah keadaan diserang menjadi menyerang.
Hoki
Eropa semula bermain hoki seperti ia bermain sepak bola dengan doktrinnya- secepatnya mengoper bola, sesedikit mungkin menggiring bola, cari jalan secepat dan saesingkaty mungkin ke gawang lawan. Hal ini menghailkan suatu gaya permainan yang cepat (tempo-spel) yang seperlunya (zakelijk), bahkan terkadang bagaikan mesin, dilengkapi berbagai system permainan. Tapi Brazil khususunya, Amerika Latin umumnya telah mengajar Eropa bahwa sepak bola bukan hanya itu; sepak bola adalah suatu permainan yang kreatif!
Demikian pula India dan Pakistan telah mengajar Eropa bahwa hoki merupakan suatu permainan yang kreatif, bahkan bisa lebih kreatif dari sepakbola. Berbeda dengan sepakbola yang dimainkan dengan bola besar yang digerakkan dengan kaki dan seluruh badan (kecuali tangan), maka hoki dimainkan dengan menggerakkan bola yang sekecil bola tennis dengan tongkat saelebar 5 cm yang bengkok ujungnya dan hanya boleh dipakai satu muka (tidak boleh bolak-balik). Belum lagi tidak diperkenankan menghalangi lawan dengan badan atau stik. Jelas kemungkinan untuk bermain kreatif memiliki peluang lebih besar.
India dan Pakistan disamping memhirkan diri dalam gaya permainan hoki Eropa, secara kreatif menciptakan pula teknik dan taktik baru yang dapat memaksimumkan pembawaan fisik alamiyah yang dimilikinya. Ketika stik buatan Inggris (juara dunia saat itu) yang English shape dirasakan menghambat tercapainya ketrampilan teknis, tanpa ragu diciptakanlah stik model India sendiri (Buldog shape – tapi kemudian dikenal menjadi Indian shape).
Dan dalam Olimpiade Amsterdam 1928, India dengan hanya membawa sembilan pemain (kekurangannya diambil dari mahasiswa India yang bersekolah di Inggris) berhasil jadi juara secara terus menerus sampai tahun 1960, kemudian bergantian dengan Autralasia (Autralia dan Selandia Baru) sempat mencuri, tapi toh India dan Pakistan masih lebih banyak jadi juara daripada mereka.bahkan Malaysia sempat jadi nomor 4 dunia dan Jepang nomor 7 olimpiade.
Pemanfaatan keunggulan teknis hasil kreativitas melahirkan taktik yang kreatif pula. Dalam penyerangan misalnya diciptakan hentakan apa yang disebut hempasan gelombang mana yang tiba-tiba akan menghempas gawang. Gaya ini dilengkapi dengan angina punyuh yang bertujuan mengacaukan setiap system pertahanan yang disusun oleh lawan dan sebelum lawan menyadari apa yang terjadi, bola sudah bersarang dalam gawangnya! Dalam pertahanan kita kenal apa yang disaebut rangkain kubu pertahanan, terkadang disebut pertahanan wilayah, sedang nama modernnya adalah sistem blok!
Seperti juga dalam bulu tangkis dan tenis meja, dalam hoki juga masih terbuka banyak sekali kemungkinan untuk mencari dan menemukan teknik dan taktik baru. Untuk ini Asia perlu bertekun. Membutuhkan keberanian yang terus menerus bertindak kreatif dan tidak fanatic bertahan dengan teknik dan taktik yang dulu pernah membatu kita menjadi juara dan berjaya. Untuk itu Asia perlu bersatu dan bekerja sama. Untuk itu bulu tangkis, tennis meja dan hoki perlu dipopulerkan di seluruh Asia. Bulutangkis barang kali sudah cukup populer, tapi tennis meja di Indonesia, Filipina, Burma, Muangthai misalnya belum cukup populer. Hoki di Burma, Muangthai, Cina dan Indonesia belum populer. Bahkan di Indonesia hoki tidak tercantum dalam kurikulum (SD, SLTP dan SMU) dan AKABRI, tidak tercantum dalam cabang olahraga yang dipertandingkan dalam
POPSI (Pekan Olahraga antar Pelajar Seluruh Indonesia), tidak tercantum dalam acara sejumlah Pekan Olahraga Daerah (PORDA). Lapangan hoki di Negara seluas Indonesia dengan penduduk dua ratus sepuluhjuta, bisa dihitung dengan jari tangan!
Bulutangkis, tennis meja dan hoki telah membuktikan memberikan paling banyak kejuaraan dunia bagi Asia, paling banyak Negara Asia yang termasuk sepuluh terbaik dunia. Bulutangkis, tennis meja dan hoki merupakan permainan Asia dan layak mendapat tempat di sekolah-sekolah dia Asia, juga di Indonesia.
Semoga ini dapat secepatnya terjadi …
Catatan
]
Di tahun 2000 Muangthai putra sudah termasuk tiga besar Asia Tenggara, putrinya dua besar. Putri Cina termasuk 4 besar Olimpide 2000 Sydney.
Hoki Indonesia harus
Ever onward
Mungkin Sementara orang akan tersenyum sinis membaca judul di atas, lebih-lebih karena tim Indonesia tak bisa apa-apa dalam Asean Games (AG). Tapi bagi meraka yang sungguh-sungguh mengikuti turnoi hoki AG dengan cermat, kiranya tak berlebihan bahwa Indonesia dapat dimasukkan dalam satu rumpun dengan Hongkong, Singapura, Srilangka, Korea dan Jepang. Sedang Malaya (sekarang Malaysia) sebagai perantara antara rumpun ini dengan raksasa India dan Pakistan.
Dalam ketrampilan taeknis tim kita tidak kalah oleh rekan serumpun. Yang kurang ialah taktik, variasi, serta pengalaman internasional. Dan yang terpenting serta banyak menjengkelkan para penggemar dan pendukungnya, ialah tidak menujukkan semangat bertanding yang semestinya. Seperti yang sementara pengemar hoki bilang, sudah kalah ebelum bertanding. Hal ini sungguh menyedihkan, terlebih kita main di kandang sendiri! Andaikan saja memiliki semangat seperti tim Korea atau Jepang, bukan mustahil kita dapat muncul sebagai empat besar AG dan sekaligus menempatkan dalam urutan yang layak untuk dapat turut serta dalam Olimpiade Tokyo 1964.
Indonesia dan Olimpiade Tokyo
Tapi semuanya telah berlalu. Yang muncul sebagai empat besar adalah Pakistan, India Malaya dan Jepang. Indonesia jaadi juru kunci dalam pool-nya tanpa pernah menang. Berturut-turut Indonesia kalah oleh Srilangka 1-3, oleh Singapura 1-2, oleh Pakistan 0-8 dan Jepang 0-5. Dengan demikian makin sukarlah jalan bagi kita untuk ikit olimpiade Tokyo tahun 1964.
Sementara itu di kalangan Negara peserta tersiar kabar tidak resmi bahwa ada enam Negara dari daerah Asia-Australia-Selandia Baru yang diperkenankan ikut olimpiade Tokyo. Dua Negara yaitu India dan Pakistan, dua Negara lagi kiranya dapat dipastikan Australia dan Selandia Baru karena keduanya termasuka enam terbaik dunia. Satu negara lagi adalah Jepang sebagai tuan rumah. Dengan hasil AG yang baru lalu, maka Malaya layak menempati tempat keenam. Manager Tim Malaya berkata bahwa dengan berhasilnya Malaya menjadi juara ketiga AG, otomatis Malaya lulus kualifikasi ke Tokyo.
Sementara itu dengan menggunakan kekurangan dan kesalahan yang lalu sebagai pelajaran yang pahit, kita membina dengan gaya baru dan semangat baru, suatu tim hoki dengan target Asian Games Bangkok 1966. Tim persiapan ini perlu diikutsertakan dalam sebanyak mungkin turnoi penting di kawasan Asia Tenggara, atau mengadakan tur keluar negeri sampai permulaan tahun 1964, untuk memperoleh kemungkinan kita masih dapat merebut urutan yang layak hingga diperkenankan ikut Olimpiade Tokyo 1964…
Dengan cara tersebut di atas bisa dihindarkan menurunnya kembali kegiatan hoki andaikan ternyata kita tidak dapat ikut Olimpiade Tokyo 1964, karena memang target kita adalah Asean Games Bangkok 1966!.
Jepang sebagai contoh
Dalam hal ini kita dapat menarik pelajaran berharga dari Jepang yang tim AG Jakarta 1962-nya adalah pula tim yang dipersiapkan untuk Olimpiade Tokyo 1964. Materi pemain masih muda (rata-rata 20 tahun!) dengan perhitungan bahwa dua tahun lagi mereka akan mencapai puncaknya. Sementara itu banyak mungkin mereka diberi pengalaman internasional dengan mengadakan tur ke luar negeri. Tim AG Jepang ini pernah tur ke Australia, Selandia Baru dan India; setelah AG dalam waktu dekat direncanakan tur ke Eropa melalui India. Tapi yang penting demikian kata manager tim Jepang, ialah agar tim yang dikirim ke luar negeri harus digembleng terlebih dahulu dan ditempa hingga memiliki mental yang kuat dan semangat berkobar. Bila tidak, maka suatu kekalahan yang telak oleh lawan (yang umumnya memang lebih kuat dari tim sendiri) akan dapat menurunkan moral dan semangat. Ini bisa merugikan kemajuan mutu permainan, baik bagi tim maupun perorangan. Manager tim Jepang dalam hal ini menerangkan bahwa Jepang sedikit banyak memang agak fanatic hoki. Ia sependapat dengan ahli hoki sedunia dan seiring juga dengan pernyataan tim riset Ikatan Hockey Bandung dan sekitarnya (1961). Diakuinya bahwa sungguhpun di Jepang saat ini sepakbola masih lebih populer, tapi dalam kualitas internasional, hoki Jepang menduduki tempat lebih baik. Ini karena peraturan permainan hoki mengatasi perbedaan fisik, berbeda dengan sepakbola dan bola basket yang memperkenankan blocking (menghalagi dengan badan).
Kefanatikan Jepang ini dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam Olimpiade Los Angeles 1932 dan berhasil menjadi runner-up di bawah India dan di atas Amerika Serikat (hanya tiga pesarta). Jepang juga ikut Olimpiade Berlin 1936 walaupun tidak dapat nomor (kali ini ada sebelas peserta). Terlebih bila diingat bahwa hoki di Jepang pada tahun1962 baru berumur 40 tahun, jadi masih lebih muda dari Indonesia, lebih muda dari Malaya (70 tahun) dan Hongkong (50 tahun).
Walaupun usia hoki Indonesia sedikit lebih tua daripada di Jepang tapi baru pada masa 1950-1955 hoki mulai diajarkan disejumlah sekolah pendidikan jasmani, sedangkan di sekolah umum sampai saat ini belum masuk kurikulum ataupun ekstra kurikulum. Tak heran bila sampai saat ini belum populer, sungguhpun hoki sudah dimaikan di banyak kota besar. Oleh sebab itu segera dipikirkan tindak lanjutnya.
Sebagai contoh di India. Anak main hoki di jalanan seperti anak kita main sapakbola, karena peralatan murah dan mudah didapat,! Mungkin perbandaingan dengan India akan terlau mencolok karena India merupakan Negara terbaik di dunia dalam olah raga hoki. Baiklah sebagi pertandingan disini dikemukakan sedikit keadaan hoki di Jepang.
Pada tahun 1962 di Jepang hoki sudah tersebar di banyak sekolah lanjutan dan hampir di semua perguruan tinggi. Ada kejuaraan antarsekolah lanjutan dan perguruan tinggi serta All Japan Hockey Tournament. Sebagian alat sudah diproduksi di dalam negeri, seperti bola, sepatu dan peralatan penjaga gawang, sedang stik umumnya masih didatangkan dari India dan Pakistan. Lapangan khusus hoki sebenarnya kurang, tapi ini tidak menjadi kesulitan karena adanya saling pengertian dengan berbagai cabang olahraga yang lain; hoki boleh memakai lapangan sepakbola, atletik, bola tangan dan sebagainya. Memang lapangan olahraga di Jepang (seperti pula di Malaysia, Singapura, Honkong dsb), kondisinya cukup baik untuk dipakai main hoki yang sebenarnya membutuhkan lapangan rumput serta permadani.
Di Indonesia banyak orang berpendapat (yang keliru) bahwa permainan hoki merusak lapangan sepakbola, sedang keadaan saebenarnya terbalik, hokitidak akan merusak lapangan sepak bola, sebaliknya sepak bola bisa merusak lapangan hoki. Sebabnya sederhana saja, syarat lapangan hoki adalah setara permadani sebab bolanya kecil (kira-kira sebesar bola tenis), sedang sepakbola dengan bolanya yang relative besar, lapangannya boleh tidak setara permadani.
Bagaimana kelak di Indonesia? Inilah harapan dari setiap penggemar hoki di Indonesia melihat kenyataan bahwa :
· Peraturan permainan hoki mengatasi perbedaan fisik, bahkan sampai taraf tertentu memberikan keuntungan bagi bangsa Asia yang umumnya berbadan sedang, gesit lincah dan terampil
· Pada tahun 1962 Indonesia dalam ketrampilan teknis tidak ketinggalan dari negar tetangga di Asia, kecuali Malaya, India dan Pakistan;
· Hoki merupakan salah satu dari sangat sedikit cabang olahraga permainan beregu yang dapat dimainkan sejak bangku sekolah dasar (di Bandung sudah ada hoki usia 7-15 tahun dan pernah mengadakan demonstrasi pada kesempatan gladi resik Asian Games yang lalu);
· Dan berbagai sebab lainnya;
Maka pemerintah akan memberikan perhatian yang lebih baik daripada yang sudah-sudah pada dunia hoki Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar