Olah raga sepak raga yang kini lazim dikenal sebagai sepak takraw, sepintas hanya sebagai permainan yang mengandalkan fisik dengan gerakan-gerakan salto, sambil menendang bola agar jatuh di daerah lawan. Namun, hanya sedikit yang mengetahui bahwa nenek moyang sepak takraw adalah sepak raga. Sebuah permainan tradisional khas Makassar.
Menelusuri lebih jauh historis sepak raga itu, M.Dahlan Dg Gassing, salah seorang tokoh yang mengembangkan sepak raga di Desa Kaemba, Dusun Patte’ne, Kabupaten Maros, bercerita tentang sejarah perkembangan permainan rakyat yang salah satunya berkembang di Desa Kaemba ini. Dituturkan, sebelum berkembang menjadi sebuah olahraga takraw, ma’raga (gerakan melakukan raga), pada dasarnya adalah gerakan-gerakan seni bela diri. Ber-dasarkan cerita turun-temurun di Kaemba, permainan raga muncul dari sebuah kampung yang dahulu disebut Ujung Bulo, sebuah kampung Pa’raga. Dari tempat inilah awal mula berkembangnya seni ma’raga . Namun gerakan-gerakan ini pada mulanya hanyalah gerakan biasa tanpa iringan gendang, gong dan perangkat musik tradisonal lain yang kini kerap mengiringi pa’raga.
Dalam perkembangannya, kedatangan seorang Karaeng (raja) dari Gowa yang menyebarkan Islam dengan memperkenalkan alat-alat musik tradisional seperti gendang dan gong membuat ma’raga tidak lagi dilakukan dengan hanya gerakan-gerakan seperti biasa, namun diiringi dengan alat-alat musik tradisional tadi. Dengan demikian, bisa dipastikan ma’raga adalah salah satu medium penyebaran agama Islam di Kaemba. Hal ini hampir sama dengan yang dilakukan Sunan Kalijaga di Pulau Jawa, ketika melakukan syiar Agama Islam. Sebab melalui cara-cara seperti inilah, Islam dengan mudah diterima masyarakat, tanpa harus melalui jalan-jalan kekerasan.
Hingga kini, kentalnya corak Islami masih melekat pada atraksi pa’raga, setiap kali melakukan atraksi ma’raga, para pemainnya kerap melafalkan ”Lailahaillalah” dengan nada yang teratur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsentrasi permainan yang tingkat kesulitannya sangat tinggi. Kini gerakan ma’raga mampu dilakukan dengan formasi tingkat tiga, yaitu gerakan membentuk tingkatan manusia sambil terus memainkan bola raga hingga pemain yang berada paling atas telah berdiri di posisinya. Gerakan inilah yang sekarang pada setiap penampilannya membuat penonton cemas bercampur kagum menyaksikan kepiawaian para pa’raga memadukan seni, kemampuan fisik dan nuansa religius.
Persera
Hingga saat ini, pa’raga dari Desa Kaemba ini terhimpun dalam Persera (Persatuan Sepak Raga) Ramba Kaleleng. Kelompok pa’raga ini bisa disaksikan atraksinya, jika ada undangan pejabat dalam pembukaan sebuah acara, pesta rakyat atau diutus menjadi duta budaya mewakili daerah untuk ajang lokal, nasional bahkan internasional. Untuk melengkapi keindahan seni pa’raga tersebut, dalam setiap pementasan lengkap dengan pakaian adatnya yang dikenal dengan songkok passapu, baju tutup dan lipa sabbe yang terbuat dari kain sutera.
Keberlangsungan permainan yang merakyat ini, kini bergantung pada keinginan dan niat pemerintah untuk bersama-sama dengan pelaku-pelaku seni masyarakat Kaemba untuk terus melestarikan atraksi tradisional yang mengharumkan nama daerah di pentas nasional maupun mancanegara. Di sisi lain, secara tidak langsung juga menggiatkan olah raga yang menggunakan bola yang terbuat dari rotan ini, guna mencari bibit-bibit olahragawan yang menekuni sepak takraw di pentas nasional maupun internasional.
Menelusuri lebih jauh historis sepak raga itu, M.Dahlan Dg Gassing, salah seorang tokoh yang mengembangkan sepak raga di Desa Kaemba, Dusun Patte’ne, Kabupaten Maros, bercerita tentang sejarah perkembangan permainan rakyat yang salah satunya berkembang di Desa Kaemba ini. Dituturkan, sebelum berkembang menjadi sebuah olahraga takraw, ma’raga (gerakan melakukan raga), pada dasarnya adalah gerakan-gerakan seni bela diri. Ber-dasarkan cerita turun-temurun di Kaemba, permainan raga muncul dari sebuah kampung yang dahulu disebut Ujung Bulo, sebuah kampung Pa’raga. Dari tempat inilah awal mula berkembangnya seni ma’raga . Namun gerakan-gerakan ini pada mulanya hanyalah gerakan biasa tanpa iringan gendang, gong dan perangkat musik tradisonal lain yang kini kerap mengiringi pa’raga.
Dalam perkembangannya, kedatangan seorang Karaeng (raja) dari Gowa yang menyebarkan Islam dengan memperkenalkan alat-alat musik tradisional seperti gendang dan gong membuat ma’raga tidak lagi dilakukan dengan hanya gerakan-gerakan seperti biasa, namun diiringi dengan alat-alat musik tradisional tadi. Dengan demikian, bisa dipastikan ma’raga adalah salah satu medium penyebaran agama Islam di Kaemba. Hal ini hampir sama dengan yang dilakukan Sunan Kalijaga di Pulau Jawa, ketika melakukan syiar Agama Islam. Sebab melalui cara-cara seperti inilah, Islam dengan mudah diterima masyarakat, tanpa harus melalui jalan-jalan kekerasan.
Hingga kini, kentalnya corak Islami masih melekat pada atraksi pa’raga, setiap kali melakukan atraksi ma’raga, para pemainnya kerap melafalkan ”Lailahaillalah” dengan nada yang teratur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsentrasi permainan yang tingkat kesulitannya sangat tinggi. Kini gerakan ma’raga mampu dilakukan dengan formasi tingkat tiga, yaitu gerakan membentuk tingkatan manusia sambil terus memainkan bola raga hingga pemain yang berada paling atas telah berdiri di posisinya. Gerakan inilah yang sekarang pada setiap penampilannya membuat penonton cemas bercampur kagum menyaksikan kepiawaian para pa’raga memadukan seni, kemampuan fisik dan nuansa religius.
Persera
Hingga saat ini, pa’raga dari Desa Kaemba ini terhimpun dalam Persera (Persatuan Sepak Raga) Ramba Kaleleng. Kelompok pa’raga ini bisa disaksikan atraksinya, jika ada undangan pejabat dalam pembukaan sebuah acara, pesta rakyat atau diutus menjadi duta budaya mewakili daerah untuk ajang lokal, nasional bahkan internasional. Untuk melengkapi keindahan seni pa’raga tersebut, dalam setiap pementasan lengkap dengan pakaian adatnya yang dikenal dengan songkok passapu, baju tutup dan lipa sabbe yang terbuat dari kain sutera.
Keberlangsungan permainan yang merakyat ini, kini bergantung pada keinginan dan niat pemerintah untuk bersama-sama dengan pelaku-pelaku seni masyarakat Kaemba untuk terus melestarikan atraksi tradisional yang mengharumkan nama daerah di pentas nasional maupun mancanegara. Di sisi lain, secara tidak langsung juga menggiatkan olah raga yang menggunakan bola yang terbuat dari rotan ini, guna mencari bibit-bibit olahragawan yang menekuni sepak takraw di pentas nasional maupun internasional.
0 komentar:
Posting Komentar